Agama Melatih Pengendalian Diri

Banyak kalangan pernah meragukan kemampuan agama sebagai pranata perbaikan sosial. Kini telah ditemukan bukti agama dapat melatih penganutnya mengendalikan diri, dan kaum beragama cenderung bersikap lebih baik daripada yang tidak beragama.

Untuk suskes hidup, ternyata ada faktor penentu yang lebih signifikan dibanding materi dan kemakmuran. Menurut Michael McCollough, profesor psikologi dari Universitas Miami, pengendalian diri (self control) amat penting agar seseorang mendapatkan kesuksesan hidup.

Orang yang beragama, imbuh McCollough, lebih mampu mengendalikan diri daripada mereka yang tidak beragama. Berdasarkan penelitannya, ia menemukan, bahwa orang yang beragama akan lebih baik dalam mencapai tujuan hidup jangka panjang. Yang pada gilirannya, orang beragama cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik, berkelakuan terhormat, berperilaku hidup sehat, jarang mengalami depresi, sedikit penyimpangan nilai, dan cenderung panjang umur.

Dalam penelitiannya, McCollough melakukan evaluasi tentang keagamaan selama delapan dasawarsa, yang kesemuanya meneliti tentang tingkah laku manusia yang berbeda-beda dari seluruh penjuru dunia. Dari keanekaragaman itu, ia temukan kejelasan fakta bahwa keyakinan terhadap agama dan pengamalannya, mampu mendorong seseorang untuk mengendalikan diri, mengatur emosi dan tingkah laku secara efektif, sehingga penganut agama sanggaup menggapai tujuan hidup yang bermakna.

Dalam hasil penelitian yang telah dipublikasikan Januari lalu itu, McCollough menegaskan pentingnya pengendalian dan manajemen diri yang menentukan sikap manusia, sudah umum dikenal dalam kajian ilmu sosial. Tapi, kemungkinan hubungan antara keagamaan dengan pengendalian diri yang dapat menjelaskan hubungan agama terhadap kesehatan tidak terlalu banyak mendapat banyak perhatian ilmuan.

“Kami berharap penelitian kami akan memperbaiki kekurangan pandangan ilmiah itu,” tandas McCollough.

Beberapa kesimpulan menarik yang dihasilkan tim peneliti McCollough di antaranya: Ritual keagamaan, seperti shalat dan meditasi, jelas mempengaruhi bagian otak manusia yang paling penting untuk mengendalikan diri dan mengatur emosi. Ketika seseorang menganggap tujuan mereka sebagai “ibadah”, maka mereka akan memusatkan lebih banyak tenaga dan usaha untuk meraih tujuan tersebut. Karenanya, pelaku akan fokus terhadap tujuannya tersebut.

Selain itu, kehidupan beragama mampu berkontribusi untuk mengendalikan diri seseorang. Karena kehidupan beragama memberi standar yang jelas dalam berperilaku, yang menyebabkan seseorang mampu melihat kekurangan tingkah lakunya. Juga memberi kesadaran bahwa Tuhan senantiasa mengawasi tingkah lakunya itu.

Fakta utama dari kehidupan orang beragama adalah kecenderungan untuk mengendalikan diri dari perilaku negatif. Seperti tidak suka mabuk-mabukan, minum-minuman keras, melakukan tindak kriminal dan perbuatan yang melanggar undang-undang.

“Dengan menganggap agama sebagai kekuatan sosial, akan menambah keyakinan mereka untuk senantiasa mengendalikan desakan hati dalam meraih cita-cita yang lebih tinggi. Sehingga agama bisa menjadi penyebab seseorang untuk berbuat apa saja,” tandas McCollough.

Di bagian lain, penelitian itu juga mendapati, orang yang beragama mampu menyelesaikan suatu masalah dengan pendekatan psikologis yang “unik”. (ScienceDaily, University of Miami)

Leave a comment