Lingkaran Setan Gosip

Islahuddin

Mbak Siska, begitu biasa dipanggil, dikenal sebagai wanita aktif dan lincah, dengan pergaulan luas. Namun sejak setahun lalu, ia berhenti bekerja dan menghilang dari pergaulan. “Ia depresi sejak anak sulungnya bercerai,” ujar seorang teman baiknya. Siska pernah diingat agar tak usah terlalu memikirkan urusan pribadi anaknya.

Sejak tak pernah kelihatan bergaul, beberapa rekan mengira Siska malu dan merasa gagal sebagai orangtua. Pasalnya, Siska dikenal biasa menjadi tempat meminta nasehat pribadi banyak orang. Teman baiknya merasa, Siska mengalami depresi akibat mendengar banyak gosip bahwa perceraian anaknya terjadi karena ia terlalu banyak campurtangan dalam kehidupan rumahtangga anaknya. “Ia tak tahan mendengar gosip itu,” katanya.

Jika benar begitu, Siska jelas sudah menjadi korban kejamnya gosip. Karena, bukan hanya resah, gelisah dan stres, tapi gosip yang menimpanya telah merenggut karier dan pergaulannya.

Siska bukan orang pertama dan terakhir yang menanggung malang karena gosip. Sangat banyak orang mengalami hal serupa, bukan hanya warga umum, para keluarga tokoh publik, seperti artis dan yang lainnya, kerap mengalaminya.

Dalam pergaulan sehari-hari, fenomena gosip memang kadang sulit kita hindari. Baik peran kita sebagai penggosip, pendengar gosip, atau objek yang digosipkan. Gosip telah menjadi menu harian masyarakat. Bahkan, kini kebiasaan buruk itu malah sudah mengharu-biru industri dunia hiburan.

Gosip dikemas dalam bentuk infotainmen atau info entertainment (informasi hiburan), dan sudah menjadi industri yang sangat menjanjikan. Dalam sehari, satu stasiun tv bisa menyiarkan beberapa jenis infotainmen. Berita yang sering ditampilkan lebih banyak terkait publik figur, dan isinya sering hanya gosip, bukan berita nyata. Istilah populernya, gosip itu “digosok makin sip”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia keluaran Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), kata “gosip” mengandung arti obrolan tentang orang lain. Kata ini juga berarti cerita negatif tentang seseorang, atau pergunjingan, seperti keretakan keretakan rumah tangga seseorang dan lainnya. Bergosip atau menggosipkan berarti bergunjing atau menggunjingkan orang lain, membicarakan desas-desus, dan lainnya.

Walau patut diakui, tak semua berita infotainmen bernilai negatif. Sebut saja kasus Manohara Odelia Pinot, seorang mantan model Indonesia yang akhirnya berhasil lari kekangan suaminya Tengku Tumenggung M Fakhry dan kerajaan Kinantan Malaysia. Kasus Manohara awalnya diungkap oleh infotaimen, lalu berhasil mendapat simpati masyarakat.

Tapi, kebanyakan kisah yang diangkat infotaimen cenderung tanpa fakta. Misalnya, seorang artis perempuan sedang bersama temannya, kontan “dihukumi” infotainmen bahwa ia sudah berpacaran atau berselingkuh. Dari situ, berita-berita infotainmen lebih dapat dikategorikan sebagai ghibah (gosip), namîmah (adu domba), dan fitnah.

Belum lagi cerita-cerita kecil tentang artis. Seperti restoran favorit mereka, alasan mereka memilih seorang pasangan, mengapa putus pacaran atau cerai, dan lain-lain, menjadi santapan hangat infotainmen. Tak heran jika infotainmen sering dianggap bukan kategori kerja jurnalistik. Seperti yang pernah dilontarkan Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI).

Sebab, dalam proses penuangan berita, banyak wartawan infotainmen menyalahi kode etik jurnalistik. Dengan menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, maupun sadis. Dalam Kode Etik Jurnalistik pasal 6 disebutkan, bahwa wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

Para ulama telah memberi perhatian khusus pada masalah ini. Apalagi dalam infotainmen nyatis tidak memperhatikan masalah pendidikan. Musyawarah Alim Ulama Nahdhatul Ulama (NU) yang digelar di Asrama Haji Sukolilo, Surabaya, Jawa Timur akhir 2006 lalu, memfatwakan haramnya tayangan infotainmen.

Memang tak semua tayangan infotainmen dilarang. Menurut Kiai Mashuri Naim, yang diharamkan adalah tayangan yang mengandung unsur gibah, atau membeberkan aib seseorang tanpa alasan jelas.

Ketua Umum PBNU, Hasyim Muzadi mengatakan, infotainmen tekah mengaduk-aduk privasi keluarga, dan merusak kehormatan keluarga. Menurutnya, informasi yang diberitakan infotainmen sering berujung kepada ranah konflik.

Hasyim mencontohkan gencarnya infotainmen menyiarkan poligami yang dilakukan da’i terkenal Abdullah Gymnastiar (Aa’ Gym), yang akhirnya mengarah pada upaya mempersoalkan ajaran Islam.

“Saya minta polemik tentang poligami dihentikan, karena ada kecenderungan mengarah untuk mempersoalkan Islam sebagai ajaran, bukan lagi kasuistis. Kalau polemik ini diteruskan, bisa menjadi konflik,” ujar Hasyim saat masalah tersebut booming.

Dalam Lingkaran Gosip

Dalam pergaulan sehari-hari kita kadang sulit menghindari gosip, entah sebagai penggosip, pendengar gosip maupun yang digosipkan.

Gosip bagi individu memang bisa berfungsi sebagai hiburan, pengisi waktu, hingga kompensasi atas ketidakpuasan pribadi. Karena itulah banyak orang menyukainya. Tapi, tak jarang gosip terkadang disebarkan untuk tujuan jahat.

Seperti untuk menimbulkan keresahan, mempermalukan, menjelek-jelekkan, dan membunuh karakter seseorang. Latarbelakangnya bermacam-macam. Tapi umumnya berkisar pada soal kompetisi atau persaingan dan balas dendam.

Penyebaran gosip akan disebut sukses jika orang yang digosipkan menjadi resah, malu, nama baiknya cemar, bahkan karakter bagusnya bisa dirusak. Jahatnya lagi, sambil menyebarkan gosip, biasanya penggosip sembari menepuk dada, menonjolkan apa yang dianggap kelebihannya. Kadang pula mempromosikan orang lain yang sedang didukungnya.

Para penggosip, biasanya sangat pandai menggabungkan dua tujuan itu. Sayangnya, tanpa sadar terkadang kita tergiring ikut menjahati orang lain yang belum tentu seburuk yang digosipkan.

====

Boks 1

Agar Tidak Termakan Gosip

Cara termudah agar kita tidak termakan gosip, adalah meraba apa yang menjadi tujuan para bigos (penggosip) itu. Lalu tanyakan pada diri sendiri, apakah Anda mau mendukung tujuan mereka menggosip ataukah tidak?

Jika Anda mendukung, bahkan menambahi bumbu gosipnya, bersiaplah menerima resiko untuk menanggung malu dan terseret cemar jika suatu saat nanti orang yang digosipkan itu membeberkan fakta sesungguhnya.

Kalau Anda yang kebetulan digosipkan dan Anda mendukung keberhasilan para penggosip, bersiaplah menjadi resah, malu, cemas, bahkan depresi menghadapinya. Jika itu terjadi, tercapailah tujuan para penggosip untuk mengacaukan diri Anda.

Tapi jika Anda tidak ingin mendukung mereka. Satu-satunya cara adalah menganggapnya angin lalu. Beristiqamahlah dengan segala kebaikan yang telah Anda tunjukkan. Tapi jangan lupa mencatat setiap fakta. Ssebab suatu saat, mungkin Anda memerlukannya untuk membalikkan gosip negatif yang tersebar.

===

Boks 2

Etika Gosip

Dalam buku Secrets karya Sissela Bok, dipaparkan tiga macam gosip yang dianggap tidak etis:

  1. Tidak etis jika kita menyebarkan informasi yang telah kita janjikan untuk dirahasiakan. Jika tidak mungkin merahasiakan, misalnya karena alasan akan membahayakan nyawa, kita harus memilih orang yang paling tepat untuk mengetahuinya.
  2. Tidak etis bila kita mengetahui bahwa gosip itu tidak benar, tapi kita malah ikut menyebarkan.
  3. Tidak etis bila gosip bersifat invasif, atau melanggar wilayah pribadi yang menjadi hak setiap orang, dan dapat menyakiti orang yang terlibat.

Leave a comment