Heboh Nikah Dini

Kasus Lutviana Ulfa-Syech Puji menghebohkan masyarakat. Opini pro-kontra timbul. Apa dampak psikologis pernikahan dini?

Pernikahan dini. Ini bukan judul sinetron, yang beberapa tahun lalu, sempat ngetren, jadi idola ibu-ibu. Pernikahan dini di dunia realitas, juga turut jadi pergunjingan hangat, bahkan mengharu-birukan jagad Nusantara. Bintang idolanya bukan Agnes Monica, tapi Lutfiana Ulfa (12) dan Pujiono Cahyo Widianto alias Syekh Puji.

Mengapa kasus Lutviana Ulfa-Syech Puji menghebohkan? Menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Dr. Seto Mulyadi, yang akrab dipanggil Kak Seto, Lutfiana Ulfa secara fisik dan psikis yang masih berpredikat siswa sekolah itu belum siap untuk berumahtangga.

Pernikahan usia dini yang dijalani Ulfa, diakui Kak Seto tak lepas dari faktor kemiskinan. Dan ini bukan hanya terjadi pada Ulfa, masih banyak gadis di bawah umur akhirnya dikawinkan dini umumnya karena alasan ekonomi keluarga.

Kebetulan kasus Ulfa banyak dipapar media massa karena Syekh Pujiono, pemilik PT Silenter yang memproduksi kaligrafi perunggu, dikenal kaya dan dari kalangan pesantren pula. Ia pendiri pesantren Miftahul Jannah yang mengkhususkan siswa untuk belajar menghafal al-Qur`an. Apalagi terbetik berita ia berniat ingin lagi menikahi gadis yang lebih muda dari Ulfa.

Sosok kontroversial Syekh Puji, sebetulnya bukan pimpinan pesantren. Yang pimpinan pesantren adalah istrinya. Ia juga bukan kiai ataupun ustadz, ia cuma dikenal sebagai pengusaha. Menurut Kak Seto, pernikahan dini yang dilakukan Syekh Puji melanggar hukum positif Indonesia. Undang-undang tentang perkawinan tidak membolehkan perempuan di bawah 16 tahun untuk dinikahi. Juga, melanggar Undang-undang tentang perlindungan anak. Aturan lain yang ditabrak Syekh Puji adalah Kitab Undang-undang Hukum (KUHAP) pasal tentang pencabulan.

Selain masalah kemiskinan, kata Kak Seto, kasus ini juga disebabkan rendahnya tingkat pendidikan. Peran aparat di beberapa daerah juga kerap kian merunyamkan masalah. “Seharusnya aparat desa, kelurahan, atau yang berwenang memberi izin, bisa menolak izin keluarga yang hendak menikahkan anak yang masih di bawah umur,” tandas Kak Seto.

Berdasarkan laporan masyarakat, akhirnya Syekh Puji resmi menjadi tahanan Kepolisian Kota Besar Semarang, Jawa Tengah, Rabu 18 Maret 2009. Tak sendirian, mertuanya Suroso, orangtua Ulfa, juga ditetapkan sebagai tersangka.

Sekjen Komnas PA, Aris Merdeka Sirait, menyambut baik penahanan Syekh Puji. Menurutnya, penahanan ini akan menimbulkan efek jera. “Fenomena perkawinan anak di bawah umur seperti gunung es. Ini pelajaran bagi pelaku yang lain dan orang yang menfasilitasi perkawinan dini,” kata Aris kepada wartawan di Jakarta (20/3).

Aris menganggap pemidanaan terhadap Puji maupun Suroso, akan efektif mencegah pernikahan dini. “Tak ada alasan menikahkan gadis di bawah umur. Kalau alasannya membantu orang tak harus mengawini anak kecil,” tegasnya.

Manfaat Menikah Dini

Sebetulnya, kekhawatiran dan kecemasan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial akibat pernikahan dini telah dijawab secara logis dan ilmiah oleh Muhammad Fauzil Adhim dalam bukunya Indahnya Pernikahan Dini. Selain itu, Clarke Stewart dan Koch lewat buku Child Development: A Topical Approach mengutarakan, pernikahan di usia remaja dan masih di bangku sekolah, bukan sebuah penghalang untuk meraih prestasi yang lebih baik.

Dan usia bukan ukuran utama untuk menentukan kesiapan mental dan kedewasaan seseorang. Bahkan, menikah bisa menjadi solusi alternatif untuk mengatasi kenakalan kaum remaja yang kian tak terkendali. Dan memang, di kedua buku itu, juga di sekitar kita, ada banyak bukti empiris menunjukkan bahwa menikah di usia dini tidak menghambat studi. Bahkan pada beberapa kasus justru bisa menjadi motivasi untuk meraih puncak prestasi yang lebih cemerlang.

Selain itu, Muhammad Fauzil Adhim menuturkan sudah ada bukti-bukti psikologis, pernikahan dini juga sangat baik untuk pertumbuhan emosi dan mental. Orang yang melakukannya akan lebih mungkin mencapai kematangan yang puncak. Menurut Abraham M. Maslow, pendiri psikologi humanistik yang menikah di usia 20 tahun, orang yang menikah di usia dini lebih mungkin mencapai taraf aktualisasi diri lebih cepat dan sempurna dibanding dengan mereka yang selalu menunda pernikahan.

Kehidupan yang sesungguhnya, menurut Maslow, dimulai dari saat menikah. Pernikahan akan mematangkan seseorang, sekaligus memenuhi separuh dari kebutuhan-kebutuhan psikologis manusia. Yang pada gilirannya akan menjadikan manusia mampu mencapai puncak pertumbuhan kepribadian yang mengesankan. (Sofyan, dari beragam sumber)

Box

Nikah Dini di Arab Saudi

Perbedaan pendapat seputar pernikahan anak di bawah umur di Kerajaan Arab Saudi, kembali marak pekan ini. Mufti Kerajaan, Sheikh Abdul Aziz Al-Sheikh mengatakan, tidak masalah anak sepuluh tahun menikah.

”Salah untuk tidak mengizinkan anak 15 tahun dan di bawahnya untuk menikah. Anak perempuan sepuluh tahun dan pria 12 tahun boleh menikah. Orang yang berpikir bahwa kedua anak itu terlalu muda untuk menikah, itu salah dan tidak adil untuk keduanya,” tandas Aziz kepada harian al-Hayat dan dikutip CNN, Sabtu (17/1).

Wacana tentang pernikanan anak di bawah umur menjadi pembicaraan hangat di kalangan konservatif Arab Saudi dalam beberapa bulan terakhir. Desember lalu, Hakim Sheikh Habib Abdallah al-Habib, menolak untuk membatalkan pernikahan seorang gadis delapan tahun dengan pria berusia 47 tahun.

Ia menolak petisi ibu si anak perempuan, bahwa pernikahan itu merupakan keinginan suaminya sebagai ganti bayar hutang seorang teman dekatnya. Hakim kemudian meminta pria tua suami dari anak itu untuk menandatangani pernyataan bahwa ia tak akan menggauli istrinya yang masih beliau itu hingga telah mencapai masa pubernya atau baligh.

Bulan lalu, juru bicara Komisi Hak Asasi Manusia Kerajaan Arab Saudi Zuhair al-Harithi mengatakan, pernikahan anak di bawah umur bertentangan dengan kesepakatan internasional. Dan Kerajaan Arab Saudi telah menandatangani kesepakatan itu. “Saya akan mengintervensi dan menghentikan kasus pernikahan di bawah umur ini. Kecuali anak itu menikah di tempat lain,” tuntut al-Harithi.

Leave a comment