Jiwa-jiwa Tentram di Penjara

Tata Septayuda

Hidayah Allah tak mengenal ruang dan waktu. Di penjara sekalipun, seseorang bisa menemukan kedamaian memeluk Islam. Di Amerika Serikat (AS), aksi religiusitas itu, belakangan semakin meningkat.

Para tahanan di lembaga pemasyarakatan Monroe Correctional Complex, AS dengan tertib keluar dari sel masing-masing begitu mendengar pengumuman dari pengeras suara tibanya waktu istirahat. Mereka bergerombol memanfaatkan waktu istirahat sejenak itu dengan menghadiri sejumlah kelas bimbingan, atau sekedar membaca buku ke perpustakaan. Di antara mereka, ada sekelompok tahanan yang mengenakan peci berbentuk bulat, menuju sebuah ruangan tak berjendela.

Mereka buka sepatu sebelum masuk ruangan itu, lalu duduk sambil melemaskan kaki di atas karpet tipis yang digelar di sana. Ya, mereka adalah para tahanan muslim yang biasa mendapat layanan rohani dari ustadz pembimbing mereka. Kebanyakan mereka adalah para mualaf, yang masuk Islam saat menjalani hukuman di penjara.

“Penjara bisa menjadi kuburan, tapi bisa juga menjadi rahim,” kata mereka. Para penghuni penjara punya pilihan, apakah akan menghabiskan waktu di dalam penjara dengan meratapi nasib, atau memanfaatkan waktu untuk meredam rasa marah dan takut bahkan putus asa mereka.

Anthony Waller, 31 tahun, salah seorang tahanan, mengambil pilihan kedua. Seperti banyak Muslim lainnya di kawasan Twin Rivers, Waller masuk Islam ketika berada di balik jeruji besi penjara nan kokoh.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Waller mengaku kehidupannya banyak berubah. “Kalau saya tidak menjadi muslim, saya mungkin masih berada dalam pengawasan ketat. Atau mungkin saya sudah mati,” ujar Waller sambil menceritakan betapa ketatnya penjagaan dan kontrol di penjara itu.

Masa hukuman Waller baru akan berakhir tahun 2033. Selama di dalam penjara, Waller rajin menghadiri bimbingan rohani muslim seminggu sekali bersama belasan tahanan muslim lainnya yang sudah lebih dulu menjadi mualaf. Ternyata, jumlah tahanan yang masuk Islam bertambah cepat. Bahkan, kelompok muslim menjadi kelompok tercepat perkembangannya di sejumlah lembaga pemasyarakatan di AS.

Jumlah penganut Islam di penjara-penjara di Amerika Serikat memang terus bertambah. Sebuah penelitian berskala nasional bahkan pernah dilakukan untuk membuktikan hipotesa ini. Angka paling dramatis diperoleh di kompleks penjara Rikers Island di New York, di mana sebagian besar penghuninya kini telah menjadi muslim.

Penyebaran Islam di penjara dilakukan oleh para narapidana sendiri. Umumnya adalah di kalangan penghuni kulit hitam, yang diilhami oleh semangat Elijah Muhammed dan Malcolm X, tokoh muslim kulit hitam AS. Namun belakangan, narapidana etnis Hispanik dan kulit putih juga banyak yang berpindah agama.

Bimbingan rohani Islam di penjara-penjara AS dimulai pada era 1970-an, atas prakarsa pemimpin organisasi Nation of Islam, Louis Farrakhan. Profesor di Vassar College, Lawrence Mamiya yang meneliti keberadaan tahanan muslim di penjara-penjara AS mengatakan, keterlibatan para imam muslim di AS, sangat efektif dalam upaya rehabilitasi keagamaan para tahanan.

Menurut Mamiya, dipekirakan 10 persen dari seluruh tahanan yang ada di penjara AS memilih masuk Islam. Itu artinya, sekitar 1.800 dari 18.000 jumlah tahanan di penjara-penjara AS telah menjadi muslim. Tapi, kata Mamiya, hanya satu dari lima mualaf yang masuk Islam selama di penjara tetap menjaga keislamannya setelah menghirup udara bebas.

Hal ini membuat sejumlah pengamat di AS berpendapat, bahwa “Islam di Penjara” bukan sebuah gerakan religius, tapi lebih pada taktik yang dilakukan sebuah genk di dalam penjara yang ingin mendapatkan perlakuan khusus atau istimewa. Antara lain diberikan ruang tersendiri yang dilengkapi karpet.

Daya Tarik

Faheem Siddiq, yang sudah lebih dari lima tahun memberikan bimbingan rohani Islam di sejumlah lembaga pemasyarakatan di AS mengungkapkan, tahanan yang masuk Islam kebanyakan tahanan dari kalangan keturunan Afrika Amerika. “Di penjara mereka mendapat kesempatan di tengah situasi yang tenang, untuk melakukan introspeksi dan mengubah kehidupan mereka,” kata Siddiq.

Profesor Mamiya mengakui, tahanan muslim lebih memiliki rasa tanggungjawab dan disiplin. Mereka juga saling melindungi dan memiliki rasa setia kawan yang tinggi di tengah kerasnya kehidupan penjara. Namun, kata Mamiya, para tahanan muslim tetap mengajarkan etika ketika harus mempertahankan diri. “Ajaran ini yang menjadi salah satu daya tarik bagi para tahanan lain untuk memeluk Islam,” kata Mamiya.

Alasan mereka memilih Islam sangat beragam. Dari yang bermotif sosial, psikologis hingga ideologis. John Barnes, seorang pembimbing rohani di penjara-penjara AS mengatakan, kebanyakan tahanan yang pindah ke agama tertentu menunjukkan perubahan yang drastis selama berada dalam penjara. Karakter mereka berubah. Mereka menjadi lebih bertanggungjawab, tidak egois dan mau berbaur dan terlibat dalam tim.

Ustadz Muhammad Awod Joban, dai spesialis penjara-penjara berat di AS asal Indonesia, membenarkannya. “Sekitar 80% narapidana yang keluar dari penjara, akan kembali lagi ke penjara. Kecuali yang muslim,” kata lelaki kelahiran 2 Juni 1952 di Purwakarta, Jawa Barat ini.

====

Boks 1

Ulama Penjara

Selain peran internal rekan sepenjara. Penyebaran Islam di banyak penjara di AS juga dimotori oleh para ulama pendakwah khusus penjara. Salah satunya Imam Omar Shakir yang bergabung dalam program Islamic Faith di 110 penjara di Texas. Berkat dakwahnya, saat ini jumlah mualaf di 23 penjara di negara bagian itu meningkat berlipat.

Kini tak kurang dari 7.500 narapidana telah menjadi muslim di penjara-penjara Texas. Banyak di antara narapidana itu menjadi Muslim setelah berada di dalam penjara. Bagi mereka, penjara seperti ladang pencerahan, karena sinar Islam justru ditemukannya di tempat itu.

Bagi Shakir, program ini merupakan cara efektif untuk turut menekan bertambahnya angka penjahat kambuhan di Texas. Sebab di negara bagian itu tengah mewabah penyakit sosial. Dan agama menurutnya adalah salah satu obat penyembuhnya, kata dia. “Tanpa dasar agama, orang akan mati rasa dan kehilangan moralitasnya,” ujar pria kelahiran Lima, Ohio, tahun 1958, dan bernama asli Kirk Spencer yang telah bekerja untuk 23 penjara di Texas itu.

Shakir menganggap, apa yang dilakukannya itu sebagai adalah jihad. Karena ia sadar, kehadiran ulama penjara sangat penting bagi peningkatan iman narapidana muslim dan pengembangan dakwah Islam.

===

Boks 2

Berkat “Teroris”

Pesatnya perkembangan Islam di penjara-penjara AS bukan hanya terjadi dalam lingkungan para napi, tapi juga para penjaga rumah pemasyarakat itu.

Seorang penjaga penjara Guantanamo, Cuba, dikabarkan masuk Islam pada Desember 2003. Pengawal bernama Terry Holdbrokes, menurut harian Asyarq al-Awsath edisi pertengahan April 2009, kini aktif di masjid Arozona, AS. Terry masuk Islam setelah berdiskusi panjang dengan 590 tahanan yang didakwa teroris oleh mantan Presiden AS Geroge W. Bush.

Berbeda dengan tentara lainnya yang suka menghabiskan waktu bermain atau menyiksa tahanan, Terry justru lebih suka mempelajari Islam. Ia pun menyatakan masuk Islam berkat bimbingan “Sang Jendral” Ahmad Rasyid, tahanan asal Maroko.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, Terry mengubah namanya menjadi Musthafa Abdullah. Nama Musthafa adalah pemberian Rasyid, dan nama Abdullah pilihanya sendiri.

====

Boks 3

Keteladanan Para Napi

Curtis Elliott, 29 tahun, tumbuh dalam keluarga Kristen Baptist. Namun ia tak pernah merasakan sentuhan agama yang masuk ke dalam relung batinnya. Tahun 1994, karena suatu sebab, ia harus meringkuk di penjara Cotulla, AS, untuk waktu 10 bulan.

Selama di penjara, ia tinggal satu sel dengan seorang tahanan muslim. Sama seperti warga Amerika lainnya, ia memandang miring rekan sepenjaranya itu. Namun stereotip muslim dalam dirinya semakin luntur setelah melihat keseharian sosok rekannya itu.

Temannya yang arif itu tak pernah menyakiti atau menghujat orang. Ia sangat bersih dan santun. Hingga suatu ketika, Elliott diajak sang teman mengikuti pengajian. Dua tiga kali hadir di pengajian, ia yakin memilih Islam.

Sebelum menyatakan keislamannya, ia melakukan semua ibadah layaknya seorang muslim, termasuk shalat lima waktu dan puasa Ramadhan. Ia kemudian bersyahadat di depan teman-temannya, dengan bimbingan ulama penjara.

Kini tak hanya shalat, puasa, dan zakat ia lakukan, tapi ia juga menjadi relawan untuk membantu ulama penjara. Ia berdakwah dengan caranya sendiri. Selama menjadi muslim, ia mengakui dapat melakukan reevaluasi hidup menuju lebih baik.

Leave a comment