Wasiat untuk Pemimpin

KH. Zainullah Rois Lc

Direktur MTA Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Madura

Power syndrome. Gila kekuasaan kini menjangkiti para calon presiden, legislatif, gubernur maupun bupati/walikota. Mereka larut dalam ambisi jabatan. Tenggelam dalam megalomania politik, dan terjerat nafsu kekuasaan. Bagi mereka kekuasaan adalah kesenangan, keindahan, kelezatan dan kenikmatan.

Kekuasaan mereka yakini sebagai jalan untuk mendapatkan kekayaan, berbagai fasilitas, dan kenikmatan hidup impian mereka. Mereka sekan lupa, bahwa kekuasaan yang berangkat dari ambisi pribadi dan kelompok, akan berakibat fatal. Karena ia akan melahirkan penyakit hati dan pikiran busuk. Seperti rasa penuh curiga, tidak percaya, menebar berita buruk, membuat tipu daya, dan merasa diri lebih baik dan mampu dari orang lain.

Bahaya ambisi kekuasaan ini telah Rasulullah SAW pesankan dalam sabdanya yang diriwayatkan Abdurrahman ibn Samurah, “Wahai Abdurrahman ibn Samurah, janganlah engkau menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika (kekuasaan) diberi karena ambisimu, maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tapi jika (kekuasaan) ditugaskan tanpa ambisimu, maka kamu akan ditolong mengatasinya.” (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits lain disebutkan, “Kami tidak mengangkat orang yang berambisi kedudukan.” Ini menjadi bukti bahwa seseorang yang memiliki ambisi kekuasaan, tak akan pernah memiliki kemuliaan hidup.

Akibat penyakit hubbur-riyâsah (cinta kekuasaan) ini, maka berbagai cara mereka lakukan. Semua berjanji akan berbuat baik dan akan menjadi yang terbaik di hadapan rakyat. Bahkan ada yang rela membagi-bagikan uang tunai. Padahal jelas peringatan Rasulullah, “La’anallâhu ar-râsyi wal-murtasyî war-râ`isya bainahuma.” Allah melaknat penyuap, penerima suap, dan yang memberi peluang bagi mereka. (HR Ahmad)

Tidak hanya itu, para calon penguasa seringkali memberi janji semanis mungkin, meski akhirnya pahit realisasi. Manuver politik semacam ini mereka bungkus dengan berbagai kebohongan. Walau dikemas dan disajikan dengan baik, tetap saja akhirnya akan tercium. Karena kebohongan politik baunya akan lebih busuk dari busuknya bangkai.

Rasulullah bersabda, “Akan datang sesudahku penguasa-penguasa yang memerintahmu. Di atas mimbar mereka memberi petunjuk dan ajaran dengan bijaksana. Tapi setelah turun mimbar, mereka melakukan tipu daya dan pencurian hati. Mereka lebih busuk dari bangkai.” (HR Thabrani)

Bagi seorang muslim, kekuasaan adalah amanah yang mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Sementara orang yang mereka pimpin atau rakyat, sesungguhnya adalah raja. Jadi dalam kacamata Islam, pemimpin adalah pelayan bagi rakyatnya. “Sayyidul-qaumi khâdimuhum.”

Bukan malah menjadi pemimpin-pemimpin yang hanya bisa menggunakan berbagai fasilitas mewah dan pelayanan yang serba wah dari uang rakyat. Mobil mewah, gaji tinggi, tunjangan beraneka warna, pelesir ke luar negeri dan sejenisnya. Hanya pemimpin ambisius sajalah yang akan menyalahgunakan amanah suci ini. Subhanallâh.

One Comment to “Wasiat untuk Pemimpin”

  1. Mohon ijin menyadur

Leave a comment