Farham Sadas: Maju dengan Sebuah Keindahan

Toko yang Indah tak hanya bisa disajikan perusahaan ritel besar, namun semua orang bisa membuatnya. Keindahan bisa menjadi nilai tambah untuk menggenjot omset.

Farham Sadas tampak bangga berpose di depan toko mungilnya yang didominasi warnai merah. Walau hanya berukuran 3×4 meter, jangan bayangkan toko Farham sesak dan kumuh. Semua tertata rapi, bahkan sebuah televisi ukuran 20 inci melengkapi keindahan toko, siap menghibur para pelanggan.

Tak heran toko Farham yang indah ini pernah memperoleh penghargaan foto terindah dari sebuah perusahan produsen rokok. Lihat saja bagaimana telor, beras ditempatkan di wadah kaca. Hampir semua barang dagangan dengan mudah dilihat pelanggan dari toko yang mungil itu.

Ayah dua anak itu merancang tokonya seindah itu karena ia melihat selama ini toko kecil kesannya “harus” kumuh. ”Saya ingin tampil beda, hingga toko saya dapat bersaing dengan minimart atau minimarket lain seperti Alfamart atau Indomart,” jelas Farham.

Bahkan Farham yakin, tokonya mempunyai kelebihan dari minimart terkenal dan lainnya, karena pembeli bisa berinteraksi langsung dengan penjual. Hal inilah yang tak bisa didapatkan toko minimarket “formal”.

Kesempatan berinteraksi dengan pelanggan itu, dipergunakan Farham untuk melakukan pendekatan langsung dengan cara mengobrol, atau membantu keadaan pembeli. Misalnya memberikan utang dan lain sebagainya.

Cara itulah yang menjadi senjata utama Farham memajukan dan menjaga konsistensi para pelanggan. “Alhamdulillâh, walau di samping kanan dan kiri toko saya ada Alfamart dan Indomart, saya tetap tidak kehilangan pelanggan,” tambah laki-laki kelahiran Madura tahun 1966 itu.

Farham memang bukanlah pengusaha besar, namun apa yang dicapainya saat ini sudah jauh lebih bagus dari keadannya beberapa tahun lalu. “Toko Jakarta” yang dimilikinya setiap hari mempunyai omzet lebih dari Rp 2 juta. Dari omset itu ia bisa menabung sekitar 10% setiap harinya.

Jika setiap hari ia bisa menabung Rp 200 ribu, maka dalam sebulan ia memiliki Rp 6 juta di tabungan. Artinya, tabungan Farham selama setahun lebih dari Rp 72 juta. Sebuah nilai yang tidak kecil bagi Farham.

Usaha Keras

Guna mencapai keadaan ekomoni seperti sekarang, Farham pernah menjalani lika-liku kehidupan yang terjal. Setelah lulus dari Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep Madura pada 1985, ia sempat mengajar di sebuah Pesantren di Kecamatan Ganding Sumenep selama satu tahun. Setelah itu ia bertekad hijrah ke kota lain. Dan kota Malang menjadi kota pertama yang disinggahinya.

Di kota dingin itu ia dipercaya masyarakat untuk membangun lembaga pendidikan Tarbiyatul Furqon. Karena bakatnya mengajar, ia diminta salah seorang kenalan untuk mengajar di Pondok Pesantren bertaraf nasional Al-Irsyad Probilinggo.

Saran itu ia terima. Walau hanya berbekal ijazah sederajat Madrasah Aliyah dari pesantrennya, Farham tak minder bergabung dengan para pengajar yang umumnya bergelar Lc.

Pada 1988, Farham sempat menikah, namun kandas. Tahun 1992, Farham kembali mengadi mengajar di kota Tangerang. Demi memperbaiki keadaan ekonomi, ia mulai belajar berdagang, seperti berjualan jilbab di kampus-kampus, menjajakan rokok dan lain-lain.

Pada 1994, ia kembali pulang ke Madura membawa uang Rp 11 juta hasil jualan, lalu digunakan untuk membeli sebuah motor. Di Madura ia mengubah profesi menjadi petani, dan sempat membuka usaha mebel.

Namun, selang beberapa bulan usahanya menemui jalan buntu. Hingga pada pertengahan 2000, bersama istri kedua yang dinikahi pada tahun 1994, terpaksa ia kembali ke Jakarta. Untuk modal ke Jakarta ia menjual sepeda motor kesayangannya.

Awalnya ia hanya menjadi penjaga toko sembako milik seorang pengusaha. Dari sanalah ia mengetahui bahwa jualan sembako tak akan pernah rugi. Sejak itu ia mendapat inspirasi untuk berusaha mandiri. Pada 2001, ia mulai membuka toko sembako sendiri.

Mulai dari Nol

Hidup di Ibukota yang keras, menuntut setiap orang untuk selalu berjuang demi bertahan hidup. Awalnya Farham mengontrak rumah di daerah Warakas, Tanjung Priuk Jakarta Utara.

Modal yang ia punya kala itu tidak besar. Cuma hasil penjualan motor kesayangannya di Madura. Walau bermodal kecil, Farham tak berkecil hati. Uang sedikit itulah yang ia gunakan membuka toko sembako di rumah kontrakannya.

Banyak cobaan menghampiri Farham di awal masa membuka toko. Masyarakat sekitar banyak yang mengejek tokonya dengan sebutan “warung kampungan”. Ada juga yang menyebutnya “Warung Madura”. FArham tak bergeming. Ia terus berikhtiar dan berkonsentrasi penuh untuk fokus pada usahanya.

Untuk memperbanyak pelanggan, Farham menerapkan sistem 24 jam dan pelayanan terbaik bagi pembeli, agar mereka merasa puas ketika berbelanja ke tokonya. Tak ayal ia lekas memiliki banyak pelanggan. Ia juga menerapkan pendekatan persuasif dengan pelanggan. “Bisnis butuh seni, dalam melayani pelanggan, harus ada guraunya,” terang Farham sambil tersenyum.

Setelah beberapa tahun membuka toko, buah kesuksesan mulai terlihat. Toko itu tak lagi mengontrak, namun sudah menjadi hak milik Farham. Areal rumah toko yang hanya 3×4 meter itu ia bangun menjadi tiga lantai. Lantai dasar untuk toko, dan lantai kedua dan ketiga untuk keluarga. Tokonya pun dirancang mirip minimarket. Barang-barang ia kelompokkan sesuai tipe.

Kini dengan usahanya, ia dapat menyekolahkan kedua anaknya hingga perguruan tinggi. Bahkan, setiap pulang ke kampung, ia dengan bangga membawa oleh-oleh untuk keluarga, membahagiakan orang tua dan sanak saudara.

Banyak para tetangga tak percaya ketika mereka mendengar kisah perjalanan Farham. Masyarakat sekitar mengira Farham adalah keturunan yang berada. Padahal, sesungguhnya ia lahir dari keluarga pas-pasan.

Dengan “Toko Jakarta” milikinya sendiri, Farham telah menjelma menjadi pengusaha sukses. Dalam berusaha, kita harus sabar. Apalagi, kalau kita memulainya dari nol,” jelas Farham.

Harus kuat menghadapi cobaan dan tantangan. Di samping itu, butuh keuletan dalam berusaha, yang dilengkapi dengan istiqamah dan doa. Itulah yang menjadi senjata utama Farham dalam berusaha.

Ia selalu berpegang pada pesan Allah SWT, “Wasta’înu bish-shabri wash-shalâtu.“ Perpegangtenguhkah kepada kesabaran dan (terus) menegakkan shalat.

Bersabar menurutnya perlu diiringi dengan meningkatkan ibadah kepada Allah. Hasilnya, toko yang semula ia bangun dari rumah kontrakan, kini menjelma menjadi toko megah berdua lantai, berdiri kokoh di antara bangunan lainnya.

Bahkan beberapa bulan lalu, tokonya dinobatkan sebagai Juara kedua nasional dalam perebutan toko favorit versi SRC (Sampoerna Retille Community) yang diadakan oleh PT. Poetra Sampoerna. (nanang)

One Comment to “Farham Sadas: Maju dengan Sebuah Keindahan”

  1. pengen tahu foto tokonya donk.kirim ke email saya mas farham.kbetulan saya baru buka toko.saya jg dari madura

Leave a comment