Taswîf Menunda Kesuksesan

Menunda-nunda pekerjaan adalah penyebab kegagalan hidup. Untuk membuang penyakit ini, Rasulullah mengajarkan kita agar berdoa terhindar dari rasa malas.

———

Sang surya mulai mekar di ufuk timur. Abdullah Faqih, pemilik usaha warung kelontong di bilangan Depok bergegas meninggalkan halaman rumahnya. Ia tak bisa berleha-leha di rumah menunggu siang. Pasalnya, makin siang ia buka warung, makin berkurang pemasukannya hari itu. Maka tiap kali selepas shalat Subuh, ia terus paksakan diri berangkat ke pasar membuka warung.

Berbeda dengan Hasbullah. Pagi itu, konter pulsa miliknya di terminal Rempoa ia biarkan tertutup rapat-rapat. Ia lebih asik memeluk guling daripada membuka konter. Pikirnya, agak siang sedikit pun, pelanggan masih ada. Mungkin cukup untuk menutupi biaya operasional usahanya.

Beberapa bulan kemudian, Faqih berhasil membuka cabang baru warung kelontong tak jauh dari warung pertamanya. Sementara Hasbullah makin tergilas persaingan bisnis dengan konter-konter lain yang kian marak. Bahkan, kian hari, transaksi di konternya terus merosot.

Itulah akibat taswîf, atau menunda-nunda pekerjaan penyebab kegagalan hidup. Apalagi dalam bisnis, waktu sangatlah berharga. Times is money, istilahnya. Hasbullah gagal kareba ia tidak memperhatikan waktu, dan suka menunda-nunda pekerjaan. Padahal, jika ia mau lebih pagi membuka konter, transaksi pulsa jelas bisa lebih bagus. Apalagi lokasi konternya terbilang sangat strategis.

*Penyakit Hati*

Menurut Sayyid Muhammad Nuh, taswîf bisa diartikan sebuah penyakit hati yang ada dalam diri seorang muslim. Penyakit mengakhirkan atau menunda pekerjaan ini bisa berupa tugas ibadah maupun mu’amalah.

Ditinjau dari segi bahasa, taswîf berasal dari akar kata sawwafa–yusawwifu–taswîfan. Maknanya sama dengan mâthala–yumâthilu–mumâthalatan, atau `akhkhara–yu`akhkhiru–ta`khîiran. Yang berarti: mengakhirkan, melambat-lambat, atau menunda-nunda pekerjaan.

Bagaimana jika penyakit hati ini menjangkiti para pebisnis? Dapat dipastikan, bangunan bisnisnya akan ambruk. Menunda satu menit kerja bisnis, kita bisa merugi ratusan juta rupiah. Terlebih jika kita berbisnis di i kota-kota besar. Pusat-pusat bisnis di sana, bahkan seudah bergeliat sejak pagi buta. Para pekerjanya juga harus kuat menempuh puluhan kilometer menuju tempat kerja, dan rela bangun sebelum Subuh. Tak ada kata terlambat untuk urusan pekerjaan atau bisnis, apalagi bertemu dengan klien bisnis.

Berbeda dengan kalangan yang terkena penyakit taswîf. Yang ada dalam benak mereka hanya, “Ntar aja,” “Waktunya masih panjang,” atau kata-kata kemalasan lainnya. Walhasil, banyak peluang bisnis menguap begitu saja.

Menurut Psikolog Universitas Indonesia (UI) Neni Indra Melani, fenomena menunda pekerjaan sering disebut procrastination. Biasanya disebabkan beberapa aspek. Di antaranya, karena pekerjaan yang dilakukan tidak dimengerti, membingungkan atau tidak sesuai dengan minat, sehingga kita sangat sulit termotivasi memulai pekerjaan tersebut. Bisa juga karena perfeksionis yang suka mematok standar, yang terkadang sangat sulit untuk digapai, sehingga turunlah semangat untuk mengejar standar tersebut.

Taswîf bisa menjangkiti siapa saja. Dan ini telah Allah SWT ingatkan dalam al-Qur`an. Bagi Allah, tepat waktu dan tidak mengulur-ulur pekerjaan adalah perilaku yang sehat. Dalam hal ibadah, meninggalkan taswîf lalu mengerjakan shalat tepat waktu, maka kita akan mendapatkan pahala berlipat. Apalagi dalam bisnis.

Jika cara hidup taswîf terus dikerjakan, hidup kita tak akan nyaman, karena tertekan dengan tumpukan pekerjaan yang kemudian harus segera diselesailkan. Dengan terus menunda pekerjaan, maka pekerjaan lain akan terus menumpuk di belakang. Belum lagi akibat penyesalan yang timbul kemudian. Dalam bisnis, remeh dengan waktu, berarti berbagai peluang bisnis akan hilang. Ketika seorang pebisnis kurang menghargai waktu, klien bisnis akan mengurangi kepercayaannya.

Mengatasi penyakit ini tidaklah mudah. Karena penyakit ini memang terkadang sulit dihindari, terkait dengan pribadi masing-masing orang. “Procrastination (taswîf) hampir selalu dihubungkan dengan sifat negatif, seperti malas, tidak pandai membagi waktu, inadekuat, atau tidak matang secara pribadi,” kata Neni.

++Boks

*Penyebab Taswîf*

Untuk mengobati taswîf, harus dimulai dengan melacak asal munculnya penyakit ini. Sumbernya adalah hati yang dipengaruhi banyak faktor. Tapi kebanyakan, pengaruh lingkungan dan pergaulan yang paling mewarnai.

Taswîf dapat tumbuh dengan mudah dalam lingkungan keluarga yang terbiasa berperilaku taswîf. Karena keluarga adalah sekolah pertama (madrasatul-`ûlâ) pembelajaran. Jika orangtua malas dan tidak menghargai waktu, anak sangat rentan mengikuti pola tersebut.

Untuk itulah Rasulullah SAW menganjurkan para orangtua agar memenuhi janji dan tidak berdusta kepada anak. Dalam sebuah riwayat dikisahkan, suatu ketika Abdullah ibn Amir dipanggil ibunya. Saat itu Rasulullah sedang duduk-duduk di rumah mereka. Sang ibu berkata, “Kesinilah nak, aku beri kamu sesuatu.” Rasulullah bertanya, “Apa yang akan kamu berikan kepadanya?” Ibu itu menjawab, “Kurma.” Rasulullah bersabda, “Jika kamu tak memberikannya sesuatu, maka kamu akan dinilai mendapat kedustaan di mata Allah.”

Pergaulan juga sangat mempengaruhi pola sikap dan tindakan kita. Bergaul dengan seorang pemalas, kita bisa terpengaruh menjadi pemalas. Bahkan, ada yang mengatakan, pergaulan menentukan sukses masa depan. Rasulullah bersabda, “Jika kamu ingin mengetahui kepribadian seseorang, lihatlah siapa temannya.”

Penyakit taswîf sangat mudah menjangkiti orang yang suka terlalu banyak berkhayal. Pengidap penyakit ini, biasanya banyak berangan tinggi, namun senang termangu daripada bekerja. Cara kerjanya lambat dan tidak produktif.

Selain itu, orang yang malas juga rawan terkena taswîf. Karena, pemalas biasanya tak memiliki etos dan gairah kerja. Hingga kesuksesan pun semakin menjauh. Tengoklah cerita sukses orang-orang besar, pasti mereka adalah kalangan yang mempunyai etos kerja yang baik. Untuk membuang penyakit ini, tak heran jika Rasulullah mengajarkan agar kita untuk membiasakan diri terus berdoa agar terhindar dari rasa malas. (Ainurrahman)

Leave a comment