Agar Anak Menghargai Uang

Umi Borneo

Sejak dini, anak perlu diajarkan mengenal dan mengatur uang. Agar ia bisa menghargai pentingnya uang dan tidak menyia-nyiakannya.

Uang! Siapa yang tidak kenal dengan uang. Dari kalangan tua hingga anak kecil, semua pasti mengenal uang. Sebegitu urgen dan besarnya pengaruh uang dalam kehidupan manusia, tak heran jika benda ini dikatakan sebagai raja dunia dan obat penenang hati manusia.

Seluruh lini kehidupan pun tak ada yang lepas bersentuhan dengan uang. Bahkan dengan kehebatannya, uang bisa menjadi sumber kebaikan sekaligus kejahatan. Perkembangan agama sekalipun, juga tak dapat ditampik terjadi karena uang. Negara pesat cemerlang juga karena uang. Namun tak jarang pula nyawa melayang karena uang.

Dalam sisi moral, segala amal perbuatan baik dan buruk bisa lahir karena uang. Mulia, amanah, ekonomis, serakah, pelit, boros dan sebagainya, semuanya berkait dengan uang. Jelaslah sudah, uang tak menjadi baik atau buruk dengan sendirinya, namun tergantung kepada pemiliknya. Jika mampu dioperasikan dengan baik, maka uang akan menjadi baik. Begitu pula sebaliknya.

Lalu bagaimanakah agar uang yang kita miliki bisa menjadi baik dan menarik kita kepada perbuatan yang baik? Tentunya diawali dengan keseriusan dalam mengaturnya. Bila uang sudah mampu dimanage (diatur) dan tertata rapi, penyakit hati dan sosial yang dilahirkan dari rahim uang akan dapat kita hindari.

Pembiasaan memanage uang, alangkah baiknya bila dimulai sejak dini. Sebab, kebiasaan yang diajarkan sejak kecil, akan membekas pada anak hingga ia tumbuh dewasa kelak. Prosesnya dapat diawali dengan mengenalkan uang kepada anak.

Menurut Konsultan Keuangan Keluarga Safir Senduk, masih banyak kalangan yang menganggap tak perlu mengenalkan anak kepada uang. Alasannya, mereka masih kecil. Padahal sebetulnya, sejak kecil pun anak sudah harus diajari tentang nilai uang. “Kelak anak akan bisa menghargai usaha keras yang harus dilakukan untuk mendapatkan uang, sekaligus mengatur keuangan,” ujar Safir.

Tanpa upaya mengenalkan nilai uang dan cara mengaturnya dengan baik, imbuh Safir, anak akan berpikir bahwa selama ini orangtuanya selalu mendapatkan uang dengan mudah dan tanpa bekerja. Dengan begitu, anak akan selalu minta uang kepada orangtua tanpa berpikir susah payah dan bekerja keras orangtua untuk mendapatkan uang.

Bingung Memulai

Banyak jenis pendidikan yang mudah orangtua ajarkan kepada anak. Tapi menyangkut urusan pendidikan keuangan, masih banyak orangtua yang bingung harus mulai dari mana.

Menurut Safir Senduk, cara memulainya mudah sekali. Pertama-tama, kenalkan anak dengan uang. Ketika Anda memanggil seorang tukang jualan di depan rumah, berikan uang pembayarannya kepada anak, dan suruh ia yang membayar tukang jualan itu.

Di supermarket atau restoran, mintalah si kecil membayarkan uang belanjaan kepada kasir. Tentunya, semua pemberian itu harus tetap dalam pengawasan orangtua. Semakin besar nilai uang yang dititipkan, semakin ketat pula pengawasan yang harus dilakukan kepada anak.

Efek yang timbul dari cara ini adalah anak sudah mulai dibiasakan untuk memegang uang, dan ia sudah mulai menganggap bahwa uang yang ia pegang itu memiliki nilai. Khususnya karena ia melihat sendiri bahwa uang yang ia pegang bisa dipakai untuk membayar sesuatu.

Pertanyaan berikutnya, kapan waktu terbaik memperkenalkan si kecil dengan uang? Menurut Safir, waktu yang paling tepat adalah ketika anak berusia 3-5 tahun. Sebab pada usia empat tahun, biasanya anak sudah ada yang mulai bersekolah.

Ketika anak mulai terbiasa memegang uang, tiba waktunya orangtua mengajarkan tentang besar kecilnya nilai uang. Mungkin bisa dimulai dari uang seratus hingga seribu rupiah. Lalu pelan-pelan kenalkan lima, sepuluh ribu, sampai duapuluh ribu rupiah.

Berbarengan dengan pendidikan ini, orangtua sekaligus mengajarkan matematika sederhana kepada anak. Setelah anak mengerti besaran ang, barulah orang tua dapat mengajarinya mengatur jumlah uang saku, mengajari anak kreatif bekerja untuk menghasilkan uang, menabung, membuat anggaran keuangan, dan bersedekah.

Jika semua proses ini sukses dijalankan, maka anak kelak akan bisa menghargai uang, dan mampu mengatur pengeluaran keuangannya sendiri secara baik. Akhirnya pendidikan kemandirian pun tergapai.

Uang Saku

Selain belajar mengenai nilai nominal secara sederhana dan fungsi uang, anak pun harus diajari bahwa kalau membutuhkan sesuatu, perlu ada usaha dulu dan untuk berbelanja juga harus ada rencana.

Hal ini menurut Psikolog Sri Triatri sangat penting, mengingat pendidikan tentang usaha perlu diketahui anak agar ia mengerti bahwa semua orang memiliki uang yang terbatas. Sekaligus mendidik anak untuk belajar mengelola uang.

Tentu saja, untuk itu anak perlu memiliki uang sendiri. Triatri melihat, mulai usia tiga tahun, anak sudah bisa diberikan uang saku. Soal berapa besar jumlahnya, tergantung kondisi keuangan orangtua dan kebutuhan anak.

“Untuk anak usia prasekolah, jumlah nominalnya tak perlu besar,” ujarnya. Yang terpenting pemberiannya tetap dan teratur. Dengan demikian, anak memiliki kesempatan untuk mengatur pengeluarannya, dan merencanakan memilih barang yang diinginkannya dan memang penting.

Ia pun akan belajar hidup sesuai dengan “penghasilan”nya, dan memupuk kebiasaan menabung untuk membeli sesuatu yang lebih mahal. “Pengelolaan ini menjadi tanggung jawab anak sepenuhnya. Tentu saja dengan bimbingan orangtua,” imbuh Triatri.

Tapi, uang saku ini, kata Triatri, jangan disamakan dengan uang jajan. Tujuan pemberian uang saku kepada anak bukanlah untuk jajan. Tapi agar anak dapat menabung dan mengelola uangnya sendiri.

Jika orangtua memberikan uang pada anak balita dan mengatakan itu adalah uang jajan, seolah-olah anak dapat bebas membelanjakannya untuk jajan, sehingga ia bisa salah mengelola uang. Penggunaan istilah uang jajan, menurutnya, lebih baik diperkenalkan bila anak sudah duduk di kelas tiga atau empat SD.

“Kasihan juga kalau anak tak pernah jajan. Apalagi kalau ia melihat temannya banyak yang jajan,” jelas Triatri. Orangtua penting memberi tahu anak berapa jatah uang jajannya, dan bagaimana memilih jajanan yang bersih.

Orang tua, lanjutnya, juga jangan selalu memberi uang menurut permintaan anak. Bisa-bisa, si anak selalu bergantung pada keinginannya, dan tak bisa mengatur pengeluarannya karena ia tak tahu berapa jumlah uang yang bisa ia perhitungkan.

====

Boks 1

Mengatur Keuangan

Mengajarkan anak bagaimana mengelola atau memanage uang memang susah-susah gampang. Untuk anak yang belum atau kurang mendapatkan pendidikan mengatur keuangan, Nathan Dungan menawarkan teori terbaru kreasinya yang cukup simpel.

Pendiri Share Save Spend, sebuah organisasi yang membantu anak muda dan dewasa untuk memiliki kebiasaan manajemen uang yang baik, menuangkan idenya dalam buku Prodigal Sons and Material Girls: How Not to Be Your Child’s ATM, yang mencerahkan semua orang untuk bisa belajar menyeimbangkan antara pengeluaran dan menabung.

Menurut Nathan, uang jajan layak diberikan kepada anak anda sejak umur lima tahun. Dan sejak itulah anak harus diajarkan untuk biasa menabung 25% dari uang jajannya, dan membagi 25% untuk kepentingan keluarga atau sebagai aksi sosial. Sisa 50% dari uang jajannya itulah yang boleh si kecil belanjakan.

Nathan menambahkan sebuah trik khusus, terkait permintaan mendadak anak terhadap sesuatu yang dilihatnya saat menemani orangtuanya berbelanja. Sebelum hal semacam itu terjadi, orangtua harus telah membiasakan membuat peraturan agar si kecil memikirkan segala keinginan yang diminta 24 jam sebelumnya.

Peraturan waktu sehari semalam itu, akan mengajarkan anak untuk tidak membeli apapun karena alasan emosi. Tetapi segalanya harus direncanakan, dan agar si anak mengerti kepuasan setelah menunggu.

====

Boks 2 (pake pointers)

Proses Mendidik Keuangan Anak

– Kenalkan anak arti dan fungsi pentin uang sejak dini

– Atur jumlah uang sakunya

– Ajak anak bekerja

– Ajar anak menabung

– Ajak anak membuat anggaran sederhana

– Ajar anak menyumbang dan beramal baik

Leave a comment