Archive for December 6th, 2009

06/12/2009

Awareness Bank Syariah Cenderung Menguat

Dhorifi Zumar

Tak terasa kehadiran institusi perbankan syariah di Indonesia telah berlangsung hampir 17 tahun, ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1 Mei 1992. Data Bank Indonesia menyebutkan, hingga akhir tahun 2007, jumlah bank syariah mencapai sekitar 29 bank (3 bank umum dan 26 unit usaha syariah), ditambah 114 unit bank perkreditan rakyat.

Dengan usianya yang beranjak dewasa dan tingkat pertumbuhan institusi yang sangat impresif mencapai 46,3% pertahun, maka Bank Indonesia mengklaim bahwa tingkat awareness masyarakat/nasabah terhadap perbankan syariah atau iB (islamic banking) sudah semakin tinggi. Benarkah demikian?

Riset MARS Indonesia yang bertajuk Studi Pasar dan Perilaku Nasabah Bank Syariah 2008 menyajikan fakta bahwa tingkat awareness bank syariah memang menunjukkan kecenderungan menguat, yaitu berkisar antara 39% hingga 42%. Untuk top of mind awareness berada pada level 39,7%, sedangkan awareness iklan pada level 42,9%.

Dalam bidang top of mind awareness, Bank Muamalat berada pada peringkat tertinggi (mencapai 39,7%). Disusul kemudian Bank Syariah Mandiri (25,2%), BNI Syariah (9,9%), Bukopin Syariah (9,4%), BRI Syariah (6,5%), dan seterusnya. Sedangkan untuk awareness iklan, yaitu sejauhmana iklan bank syariah dikenal oleh masyarakat/nasabah, Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri masih menjadi yang terbaik.

Iklan Bank Muamalat dengan tagline-nya “Pertama Murni Syariah”, mendapat rating tertinggi untuk dikenal para nasabah (mencapai 42,9%). Disusul Bank Syariah Mandiri (29,4%), BNI Syariah (10,6%), BRI Syariah (5,7%), dan Bukopin Syariah (5,4%), dan seterusnya.

Tabel-1. Tingkat Awareness Bank Syariah di Indonesia (%)

Top of Mind Awareness Awareness Iklan
Bank Total Bank Total
Muamalat 39,7 Muamalat 42,9
Syariah Mandiri 25,2 Syariah Mandiri 29,4
BNI Syariah 9,9 BNI Syariah 10,6
Bukopin Syariah 9,4 BRI Syariah 5,7
BRI Syariah 6,5 Bukopin Syariah 5,4
Mega Syariah 3,3 Mega Syariah 2,3
Danamon Syariah 2,4 Danamon Syariah 1,8
Permata Syariah 2,1 BTN Syariah 0,5
BTN Syariah 1,0 Permata Syariah 0,2
Niaga Syariah 0,5

Sumber: Studi Pasar dan Perilaku Nasabah Bank Syariah 2008

Dengan tingkat awareness yang relatif kuat ini, peluang perbankan syariah untuk meningkatkan market share maupun asetnya, yang pada 2008 lalu gagal mencapai target pertumbuhan 5 persen terbuka lebar. Data BI menyebutkan, hingga November 2008 market share yang diraih perbankan syariah baru mencapai 2,08 persen dengan total aset Rp 47 triliun. Adapun jumlah nasabah hingga November 2008 baru 3,799 juta nasabah.

Alasan Memilih Bank Syariah

Terdapat lima faktor utama yang mendasari nasabah menggunakan bank syariah. Yaitu sesuai syariat, terhindar dari sistem riba, lokasi (dekat kantor atau rumah), sistem bagi hasil, dan pelayanan (servis).

Dari data yang didapat, ternyata faktor utama nasabah memilih bank syariah adalah karena faktor emosional. Ini tercermin dari dua alasan terbesar nasabah (86,8%), yaitu karena bank syariah sesuai dengan syariat Islam, dan dapat terhindar dari riba. Sementara sisanya merupakan faktor yang bersifat fungsional.

Ini berarti, nasabah perbankan syariah lebih merupakan nasabah emosional yang fokus pada keuntungan emosional semata. Ini juga memiliki arti bahwa nasabah rasional, yang tidak hanya mementingkan keuntungan emosional tapi juga fokus pada keuntungan fungsional, masih belum tersentuh dengan kuat oleh bank syariah.

Tabel-2. Alasan Nasabah Menggunakan Bank

Total Muamalat Syariah Mandiri BRI Syariah BNI Syariah Bukopin Syariah Permata Syariah Lainnya (Mega, BTN, Danamon, Niaga)
Kesesuaian dengan syariat Islam 48,9 46,9 52,2 53,3 52,7 36,5 51,2 46,2
Terhindar dari sistem riba 37,9 42,5 41,3 24,0 41,9 21,2 27,9 61,5
Aman 16,3 15,5 22,5 12,0 16,2 9,6 11,6 23,1
Lokasi bank dekat dengan kantor 12,7 14,5 13,0 4,0 6,8 21,2 20,9 7,7
Bagi hasilnya tinggi 12,5 11,1 12,3 8,0 12,2 13,5 25,6 15,4
Pelayanannya memuaskan 10,9 6,3 12,3 10,7 24,3 7,7 16,3 0,0
Payroll 9,4 11,1 8,0 13,3 8,1 11,5 0,0 7,7
Ada fasilitas ATM 8,3 6,3 11,6 8,0 10,8 7,7 0,0 15,4
Transfer gaji 7,5 6,3 3,6 16,0 10,8 9,6 0,0 11,5
Dari kantor 6,3 12,1 4,3 6,7 0,0 5,8 0,0 0,0
Lokasi bank dekat dengan rumah 5,9 3,9 8,0 4,0 9,5 5,8 7,0 3,8
Customer servicenya ramah 3,9 3,9 5,8 1,3 2,7 1,9 9,3 0,0
Memiliki jaringan ATM bersama 3,3 3,9 3,6 1,3 5,4 0,0 0,0 7,7
Ada fasilitas umrah haji 1,3 0,5 2,9 1,3 0,0 1,9 2,3 0,0
Administrasinya lebih murah 1,0 1,0 0,0 1,3 2,7 0,0 2,3 0,0
Lainnya 3,2 2,0 5,6 2,6 1,4 3,8 2,3 3,8
Total 189,1 187,4 207,2 168,0 205,4 157,7 176,7 203,8

Sumber: MARS Indonesia

http://www.marsindonesia.com

Secara total, Bank Muamalat merupakan bank yang paling banyak digunakan untuk transaksi, dengan jumlah pengguna mencapai 33,7%. Berikutnya Bank Syariah Mandiri (22,4%), diikuti BNI Syariah (12,2%), Bukopin Syariah (12,0%), dan bank lainnya dengan porsi masing-masing kurang dari 10%.

Dilihat kecenderungan per kota, di Jakarta terdapat tiga bank yang paling sering digunakan untuk transaksi. Yaitu Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, dan Permata Syariah. Sedangkan di Surabaya adalah BNI Syariah, Bukopin Syariah, dan BRI Syariah.

Dari uraian di atas ada hal yang menarik. Untuk kelompok bank umum syariah (Muamalat dan Syariah Mandiri), menjadi bank utama transaksi nasabah di wilayah Jakarta. Sedangkan bank kelompok unit usaha syariah milik pemerintah (BNI Syariah dan BRI Syariah), cenderung merupakan bank utama transaksi nasabah di Surabaya.

Dilihat dari kelompok usia, Bank Muamalat, Bukopin Syariah dan BRI Syariah cenderung menjadi bank utama transaksi nasabah pada kelompok usia tua. Sedangkan Bank Syariah Mandiri merupakan bank utama transaksi semua kelompok. Sementara BNI Syariah meraih kelompok paling muda (18-24 tahun) dan paling tua (41-55 tahun).

Tabel-3. Bank yang Paling Sering Digunakan untuk Transaksi Berdasarkan Kota dan Usia (%)

Bank Total Kota Kelompok Usia
Jakarta Surabaya 18-24 25-30 31-34 35-40 41-55
Muamalat 33,7 36,5 30,7 21,7 34,9 32,9 37,8 34,6
Syariah Mandiri 22,4 27,0 17,7 18,3 27,6 21,7 20,5 21,1
BNI Syariah 12,2 11,4 13,0 18,3 9,9 9,8 12,6 14,3
Bukopin Syariah 12,0 5,7 18,7 5,0 7,9 14,7 17,3 12,0
BRI Syariah 7,0 4,1 10,0 3,3 4,6 7,0 6,3 12,0
Permata Syariah 4,2 6,0 2,3 16,7 6,6 3,5 0,8 0,0
Lainnya 8,5 9,2 7,7 16,7 8,6 10,5 4,7 6,0
Total 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100

Sumber: MARS Indonesia

www.marsindonesia.com

Dilihat menurut per kelas sosial-ekonomi (SES), baik di SES A maupun SES B, jumlah nasabah yang menjadikan bank syariah sebagai bank utama transaksi, jumlahnya hampir sama di hampir semua bank syariah. Kecuali BRI Syariah, yang memiliki nasabah cenderung lebih besar di SES A dibandingkan SES B.

Berdasarkan tingkat pendidikan, Bank Muamalat dan Syariah Mandiri, jumlah nasabahnya yang menjadikan bank tersebut sebagai bank utama transaksi, hampir sama di semua tingkat pendidikan. Sedangkan BNI Syariah dan BRI Syariah cenderung lebih besar pada tingkat pendidikan tinggi.

06/12/2009

Seks dan Otak Remaja

Nanang Abdul Manan

Pornografi menjadi salah satu pemicu kian maraknya pergaulan bebas yang melegalkan seks pra-nikah. Perlu pendidikan kreatif yang tidak memicu persepsi seksual remaja.

Didampingi seorang remaja laki-laki bernama Adi (18), Indri (18) remaja putri yang masih duduk di kelas tiga di sebuah Sekolah Menengah Umum (SMU) itu mendatangi rumah praktik seorang dokter kandungan.

“Dok, tolong dok. Hidup saya di tangan dokter. Tolong dok, gugurkan kadungan saya. Saya masih ingin sekolah. Saya malu kepada orangtua, masyarakat dan teman-teman. Hidup saya bisa hancur berantakan dok,” pinta Indri memelas.

Indri, hanya satu dari sekian banyak pelaku aborsi yang dilakukan kalangan remaja di seluruh dunia. Mereka korban pergaulan bebas, yang cenderung suka melakukan seks pra-nikah.

Di Indonesia, pornografi menjadi salah satu pemicu kian maraknya pergaulan negatif remaja. Tercuat data, lebih dari 500 video porno telah dibuat dan diedarkan di negeri ini. “Rata-rata, video amatir hasil rekaman kamera ponsel,” ungkap Sony Set, peneliti dan praktisi pertelevisian sekaligus penulis buku 500 plus, Gelombang Video Porno Indonesia. “90% pembuat video porno itu berasal dari kalangan anak muda, dari SMP sampai mahasiswa. Sisanya dari kalangan dewasa,” ujar Sony.

Dari riset tahun 2008 terhadap banyak sampel di 33 provinsi di Indonesia, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengungkap, sekitar 63 persen remaja usia sekolah menengah pertama (SMP) dan menengah atas (SMU) di Indonesia mengaku sudah pernah melakukan hubungan seks. ”21 persen di antaranya melakukan aborsi,” papar Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN, M. Masri Muadz.

Menurut Rena Latifa, M.Psi, dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah, Jakarta, maraknya pergaulan bebas, terjadi karena arus modernisasi. Banyak budaya asing masuk melalui sarana multimedia tanpa mampu dicegah, dan tidak diimbangi dengan dasar pendidikan agama yang kuat berikut kontrol para orangtua.

Masa remaja yang dikenal sebagai masa transisi, memperlihatkan tingginya gejolak emosi dan rasa keingintahuan kaum remaja. Pada saat itu, imbuh Rena, para remaja sedang mengalami masa pencarian jati diri. Sifat egois dan pemberontak, lekat pada diri mereka. Mereka juga rentan terbawa arus budaya asing, sikap suka membangkang orangtua.

Khusus terkait fenomena hubungan seks pra-nikah yang marak terjadi, M Masri Muadz, Direktur Remaja dan Perlindungan Hak-Hak Reproduksi BKKBN menilai, ada beberapa faktor utama yang mendorong mereka melakukan perilaku buruk ini. Di antaranya pengaruh liberalisme dan pergaulan bebas, kemudian lingkungan dan keluarga, serta pengaruh perkembangan media massa.

Resikonya, para remaja rentan terhadap resiko gangguan kesehatan. Seperti penyakit HIV/AIDS, penggunaan narkoba, dan penyakit lainnya. Pernikahan dini yang instan pun marak terjadi karena keterpaksaan, yang berujung pada lekas retaknya bahtera rumah tangga yang mereka rajut.

Data Departemen Kesehatan hingga September 2008 menyebutkan, dari 15.210 penderita AIDS atau orang yang hidup dengan HIV/AIDS di Indonesia, 54 persen di antaranya adalah remaja. Oleh karena itu, BKKBN memandang penting keberadaan Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) untuk menjawab permasalahan kesehatan reproduksi remaja. Disamping perannya sebagai sarana remaja untuk berkonsultasi mengembangkan kemauan dan kemampuan positifnya.

Upaya ini juga sangat perlu untuk meminimalisasi hingga mengeleminasi fenomena hamil di luar nikah yang sangat rentan menekan mental remaja yang bersangkutan. Sebab, ketika tercuat aib kehamilan di luar nikah, yang umum disikapi masyarakat adalah menyalahkan remaja. Korban pun akan tertekan batin dan emosional, dan bisa membuat mereka stres.

Menurut Rena, menyikapi kejadian ini, yang harus kita lakukan adalah mencari solusi, bukan terus menyalahkan. Sebab, yang paling bertanggung jawab dalam kasus ini adalah kesalahan orangtua yang minim pengetahuan dan kurang memenuhi kebutuhan psikologi anak, juga buruknya jalinan komunikasi mereka dengan anak. ”Jika komunikasi berjalan baik, anak akan memiliki “rem” dan pemahaman yang tepat saat menemui hal-hal yang bersifat bebas dan seksual,” ujarnya.

Edukasi Seks dan Reproduksi

Pada masa remaja, seseorang akan mengalami perubahan fisik, psikis, dan pematangan fungsi seksual. Mereka juga kerap diliputi tingginya egoisme, hingga cenderung mementingkan nafsu dan rasa keingintahuan, termasuk dalam urusan seks.

Menurut Rena, edukasi dan penyuluhan seks dan reproduksi ini sangat penting bagi para remaja. ”Tapi jangan sampai bersifat vulgar, sehingga tidak menambah rasa keingintahuan dan mendorong remaja untuk melakukannya,” tegasnya.

Edukasi ini juga harus dilakukan oleh seseorang yang sangat berperan dalam hidup remaja, dan memiliki wibawa besar dalam pandangan remaja, seperti orangtua maupun guru. Namun, imbuh Rena, lebih afdhal jika edukasi ini dilakukan oleh orangtua, di samping memberikan pembelajaran, juga akan memberi pengetahun dan kesadaran orangtua terhadap kondisi psikologis anaknya langsung.

Pemerintah juga bertanggungjawab melakukan aneka upaya mengatasi maraknya pergaulan bebas para remaja. Pertama, dengan memberi penyuluhan dan edukasi kepada para orangtua agar mau lebih mengetahui gejala psikologis yang sedang dialami anak, dan memenuhi kebutuhan psikologis mereka. ”Sehingga, anak dapat mengimbangi arus pergaulan dan modernitas yang dihadapinya,” papar Rena.

Maksimalisasi kineja PIK KRR juga harus diupayakan. Agar permasalahan kesehatan reproduksi remaja dan edukasi pengetahuan seks dan reproduksi di kalangan remaja konsisten berjalan. Tapi Rena kembali menegaskan, agar upaya ini tidak dilakukan secara vulgar.

===

Boks

Bukan Salah Pernikahan Dini

Kejahatan seks bebas telah menjerat generasi muda Indonesia saat ini. Menurut dr Rini dari Forum Muslimah untuk Indonesia Sehat, kebijakan pemerintah dalam pencegahan perkawinan dini atau usia muda merupakan salah satu faktor pemicu rebaknya kejahatan seks bebas.

“Pemerintah seharusnya melakukan langkah-langkah pencegahan bagi terjadinya model dan gaya hidup seks bebas, bukan justru mencegah perkawinan dini,” tegas Rini dalam diskusi interaktif Kesehatan Reproduksi Remaja di kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) beberapa waktu lalu.

Menurutnya, perilaku seks bebas harus didahulukan dicegah karena bukan hanya membawa dampak buruk termasuk penyakit kelamin, tapi juga merusak masyarakat dengan penyakit moral.

Terkait dengan amandemen UU no. 23/1992 Tentang Kesehatan yang sepintas melegalkan aborsi, lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) ini menolak tegas. Menurutnya, tidak ada aborsi yang aman, “Tidak dilegalkan saja kasus aborsi sudah tiga juta per tahun. Aborsi bukan hanya masalah medis, tetapi juga merupakan masalah sosial,” tandasnya.

Dokter muda ini pun menyayangkan penyuluh kesehatan yang kerap kali menggunakan alat peraga. “Penjelasan organ-organ reproduksi, organ genital, baik dari segi fisiologis maupun anatomis, akan membentuk persepsi seksual yang akan menggelorakan nafsu seksual yang akhirnya mendorong seks bebas,” katanya.

06/12/2009

Prof. Djamaludin Ancok, Ph.D: Butuh Mufassir Ahli Psikologi

Dunia ilmu psikologi di Indonesia cenderung masih didominasi oleh buku-buku psikologi karya penulis Barat. Banyak teori yang bertentangan dengan Islam pun tercekoki. Butuh kritisasi tajam dan penguatan kurikulum keislaman dalam kajian psikologi Islam, khususnya kajian qur`ani, agar lahir ahli tafsir (mufassir) yang ahli psikolog. Begitu papar pakar psikologi Prof. Djamaludin Ancok, Ph.D, kepada Majalah Qalam beberapa waktu lalu di ruang kerjanya di Fakultas Psikologi Universitas Gajahmada (UGM).

Berikut petikan wawancara dengan Doctor of Philosophy (Ph.D) bidang Psikologi Sosial dari Indiana University Amerika Serikat, dan putra asli Bangka kelahiran 18 Agustus 1946 itu.

Kajian Psikologi Islam kian marak. Bagaimana pengembangan yang terjadi kini?

Dalam konteks Indonesia, ilmu psikologi yang dipakai masih mengangkat tulisan-tulisan Barat yang bertentangan dengan Islam. Butuh kritisasi habis-habisan agar tidak bertentangan dengan budaya Indonesia. Sebab, psikologi yang berkembang di Barat, konteks budayanya berbeda dengan budaya kita. Begitu pula dengan konteks agamanya.

Psikologi Islam lebih bervisi positive psychology (psikologi positif), sementara psikologi Barat berangkat dari psikologi klinis yang cenderung negatif. Teori-teori psikologi negatif berangkat dari kajian orang berpenyakit kejiwaan. Dan umumnya para psikolog Barat berspesialisasi liberal clinical psychology adalah dari kalangan yang berlatarbelakang itu.

Islam sangat berbeda. Kalau dalam agama Kristen ada namanya dosa asal, yang menjustifikasi orang sudah dalam bentuk buruk sejak awal. Sedangkan dalam Islam, manusia terlahir dalam kondisi suci (fitrah). Gerakan psikologi positif kini tengah menjadi tren baru yang dimotori Martin Sligman, dan ini yang lebih relevan dengan Islam.

Kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan psikologi positif?

Kendalanya, buku-buku psikologi masih banyak yang ditulis orang Barat, dan begitu mencekoki para psikologi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ini tidak bisa diterima begitu saja, butuh kritisasi mendalam.

Tapi kita tak boleh begitu saja berburuk sangka kepada teori Barat. Karena banyak juga dari teori Barat yang positif dan relevan dengan teori Islam. Maka dari itu, kita harus mencari kesamaan-kesamaannya. Misalnya kesamaan teori achievment motivation, sebuah tuntutan untuk berprestasi, seperti dalam teori David Mc. Clelland, yang ternyata dalam Islam jauh lebih bagus telah diungkap teorinya.

Dalam Islam teori ini dipaparkan dalam surah al-Insyirâh, yang menegaskan agar setelah kita melakukan suatu pekerjaan, harus terus melakukan pekerjaan lainnya. Kelebihan Islam dri Barat dalam teori ini adalah adanya perintah Allah SWT di penutup surah ini agar kita berserahlah diri kepada-Nya. Dan cara ini tidak dikenal dalam psikologi Barat.

Maklumlah jika kemudian di Barat, orang yang gagal berprestasi cenderung akan frustasi. Dan angka bunuh diri pun tinggi, alkoholisme juga begitu.

Jadi ekspektasi psikologi islami lebih jauh dari psikologi Barat. Karena itu, dalam konteks pengembangan kurikulum psikologi islami, sangat butuh ahli yang mampu menstimulasi kaitan psikologi manusia dengan al-Qur`an. Yang betul-betul mampu mengembangkan hipotesis berdasarkan ajaran al-Qur`an, hingga lahir materi baru yang betul-betul ideal dengan Islam. Tapi, yang meneliti harus ahli al-Qur`an, bukan hanya ahli psikologi.

Berarti harus ada psikolog yang mufassir?

Ya. Kita sangat mengharapkan adanya orang-orang seperti itu lahid dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi (universitas) Islam. Karena merekalah yang mendalami agama. Kalau mereka tidak berhasil mengebangkan itu, sungguh sangat disayangkan.

Jadi butuh pembalikan paradigma cara pendalaman psikologi Islam untuk lebih dahulu mendalami al-Qur’an?

Ya. Ini perlu agar kita benar-benar bisa mengaplikasikan tiga langkah dalam mendalami psikologi Islam.

Apa saja?

Level pertama, mengkritisi teori Barat dalam pandangan Islam. Level kedua, mencari pararelisme teori Barat dengan Islam dan apa keunggulan Islam dari teori Barat. Level ketiga, menggali al-Qur’an dan melahirkan teori baru dalam dunia psikologi. Sebab, masih banyak hal-hal dalam al-Qur`an yang belum terkaji.

Berarti harus diupayakan islamisasi psikologi?

Itu ada di level kedua.

Caranya?

Dalam kurikulum psikologi Islam, harus ditata berdasarkan level-lever tersebut secara rapi. Dalam level pertama, bisa dikumpulkan teori-teori apa saja dari psikologi Barat yang tidak pas dengan Islam, untuk “disikat habis”. Bahkan harus mata kuliah khusus bernama “Kritik Islam terhadap Psikologi Barat”.

Adakah penolakan-penolakan yang merintangi upaya menggapai kesempurnaan level-level itu?

Penolakan pasti ada. Yang pertama datang biasanya dari kelompok Islam fanatik, yang memandang al-Qur’an tidak pantas untuk “diterjemahkan” seperti itu. Mereka selalu pesimis melihat upaya ini.

Tantangan dari eksternal Islam juga ada. Bisa jadi ada beberapa kalangan non-muslim yang khawatir bahkan takut, jika pengembangan teori-teori baru oleh umat Islam akan membahayakan mereka. Mereka takut Islam akan lebih maju.

Apakah perlu diadakan kaderisasi sejak awal untuk mencetak ahli psikologi yang Qur’ani?

Ya. Itu yang ideal. Agar lahir penerus yang mampu mendialogkan al-Qur`an dengan teori psikologi.

Menurut Anda, fase mana harus lebih dahulu: mendalami psikologi Barat, baru al-Qur`an atau sebaliknya?

Yang pertama tentunya al-Qur`an. Sehingga ada dasar yang kuat. Tapi ia juga harus berwawasan luas dengan mempelajari al-Qur`an secara tekstual maupun kontekstual, dan mendalami ilmu-ilmu sosial lainnya.

Bagaimana dengan pelajar-pelajar (santri) pesantren?

Menurut saya, orang pesantren itu sudah mapan dalam bidang keislaman, dan sangat pas untuk mendalami psikologi islami dalam jenjang pendidikan selanjutnya. Sehingga saat mendalami psikologi, ia juga dapat merenungi dan membandingkan secara langsung teori psikologi dengan pandangan-pandangan al-Qur`an.

Berbeda dengan orang umum yang mempelajari psikologi islami, seperti saya yang dianggap banyak orang sebagai pakar atau tokoh psikologi Islam. Saya sebenarnya merasa malu dan berdosa, karena yang saya mampu lakukan hanya mencari pararelisme psikologi Barat dengan Islam.

Jika nanti andai tarik-menarik antar psikologi Islam dan psikologi Barat, bagaimana?

Sebagai muslim yang bertanggungjawab kepada Tuhan, kita yang mempelajari psikologi Barat jangan hanya melulu mempelajari dan mengajarkan psikologi Barat. Namun harus ada upaya komparasinya dengan konteks keislaman.

Harus ada awareness kepada keislaman. Dalam pendidikan, kita dapat memberi penjelasan kepada anak didik agar mau aktif mendalami psikologi Islam.

Seperti ketika mengajarkan tentang good corporate governance yang membahas prinsip integritas, awareness, responsibility, maupun compability. Dalam Islam telah ada teori tabligh, amanah, fathanah, dan sebagainya yang telah diteladankan Rasulullah SAW.

Banyak orang khawatir, dengan islamisasi ilmu-ilmu modern akan kian melahirkan militansi dan radikalisasi umat Islam. Pendapat Anda?

Ini maindset yang diciptakan kalangan Barat sejak mencuatnya ide clash of civilization pemikiran Samuel Huntington. Mereka tak senang bila Islam maju dan berkuasa. Terlebih kalangan Yahudi yang menganggap Islam sebagai musuh besar di depan mata. Wajar jika mereka tak senang terhadap perkembangan teknologi dan pengetahuan Islam.

Saya piker, militan Islam untuk membela Islam dan dengan tujuan tidak memaksa orang lain percaya kepada Islam itu saya setuju. Namun, kalau militian untuk memaksa orang lain untuk taat dan yakin kepada Islam, seperti dengan mengebom (terorisme), itu saya tidak setuju. Karena lâ ikraha fid-dîn.

Kalau kekhawatiran ini benar-benar terjadi. Bagaimana mengantisipasinya agar tidak terjadi konfrontasi?

Pertarungan ideologi itu biasa. Seperti ketika mencuat dan merebak Ekonomi Islam. Tapi alhamdulillâh sekarang, Ekonomi Islam terbukti kini bisa diterima di Barat sekalipun, termasuk Paus di Vatikan juga bisa menerimanya.

Masalahnya, ada segelintir orang kita yang suka memaksa untuk menerapkan hukum yang menurut mereka benar.

Berarti kendalanya kelak, ketika kajian psikologi Islam telah mencapai level tiga, berasal dari lingkungan kita sendiri?

Ya. Tugas kita adalah untuk mengedepankan Islam dengan wajah damai, bukan memaksa. Sehingga ketidak-adilan tidak terjadi. Karena pada umumnya masyarakat itu mencari ketenangan hidup.

Cara untuk mencondongkan masyarakat kepada psikologi Islam?

Keanekaragaman adalah berkah. Biarkan psikologi Barat menyebar di masyarakat, termasuk di dalam universitas. Perbedaan madzhab juga biasa, termasuk dalam ilmu yang bertentangan sekalipun. Kelak perlahan mereka akan menyadari sendiri mana yang lebih baik.

Prinsip lâ ikraha fid-dîn, termasuk dalam pemahaman ilmu, harus tetap dijaga. Sehingga lahir kematangan untuk melihat perbedaan, dan kemampuan menghormati perbedaan. Tidak boleh seolah-olah kebenaran hanya milik kita saja.

Persaingan ilmu Islam dengan agama lain?

Yang mempraktikkan psikologi Islam harus orang Islam juga. Jangan dipaksakan kepada non-muslim. Kita harus berlomba-lomba menjadi yang terbaik. Fastabiqul-khairât, termasuk dengan agama lain. Tapi kita tidak memperlihatkan ajaran Islam yang sifatnya memaksa. Biarlah kesadaran itu muncul dengan sendirinya dalam pandangan orang non Islam. (v2x)

06/12/2009

Musik Pengaruhi Mental

Penelitian membuktikan bahwa musik, terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien) dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengarkan musik, akan lebih berkembang kecerdasan emosional dan intelegensinya dibanding anak yang jarang mendengarkan musik.

Musik yang dimaksud adalah musik yang memiliki irama dan nada-nada teratur. Bukan nada-nada “miring”. Tingkat kedisiplinan anak yang sering mendengarkan musik, juga lebih baik dibanding mereka yang jarang mendengar.

Musisi dan pendidik Grace Sudargo mengatakan, “Dasar-dasar musik klasik secara umum berasal dari ritme denyut nadi manusia, hingga berperan besar dalam perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia.”

Penelitian menunjukkan, musik klasik yang mengandung komposisi nada berfluktuasi antara nada tinggi dan nada rendah, akan merangsang kuadran C pada otak. Sampai usia empat tahun, kuadran B dan C pada otak anak-anak akan berkembang hingga 80% dengan musik.

Musik memiliki tiga bagian penting: beat, ritme, dan harmoni. “Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi ruh,” kata Ev. Andreas Christanday ahli psikologi musik.

Contoh paling nyata bahwa beat sangat mempengaruhi tubuh, adalah dalam konser musik rock. Bisa dipastikan tak ada penonton maupun pemain dalam konser itu yang tubuhnya diam. Semuanya bergoyang dahsyat, bahkan cenderung lepas kontrol. Masih ingat istilah “head banger“, suatu gerakan memutar-mutar kepala mengikuti irama music rock yang kencang. Tubuh enikmatnya pun mengikuti alur musik seakan tiada lelah.

Jika hati sedang susah, cobalah mendengarkan alunan musik yang indah, dengan irama (ritme) yang teratur. Perasaan kita pun akan lebih enak dan enteng. Bahkan di beberapa rumah sakit mancanegara, pihak rumah sakit banyak memperdengarkan lagu-lagu indah untuk membantu penyembuhan pasiennya.

Sedangkan bukti harmoni sangat mempengaruhi ruh, dapat dirasakan ketika kita menonton film horror. Dalam film jenis itu, biasanya kita selalu diperdengarkan harmoni (melodi) menyayat hati, yang membuat bulu kuduk berdiri. Dalam beberapa ritual keagamaan, juga banyak digunakan harmoni, yang disajikan agar membawa ruh manusia ke alam penyembahan.

Ahli biofisika telah melakukan percobaan tentang pengaruh musik bagi kehidupan makhluk hidup. Dua tanaman dari jenis dan umur yang sama diletakkan di tempat berbeda. Yang satu diletakkan dekat dengan pengeras suara (speaker) yang menyajikan lagu-lagu slow rock dan heavy rock, sedangkan tanaman lainnya diletakkan dekat speaker yang memperdengarkan lagu-lagu yang indah berirama teratur.

Dalam beberapa hari terjadi perbedaan sangat mencolok. Tanaman yang berada dekat speaker lagu-lagu rock, menjadi layu dan mati. Sedangkan tanaman di dekat speaker lagu-lagu indah, tumbuh segar dan berbunga. Suatu bukti nyata bahwa musik sangat mempengaruhi kehidupan makhluk hidup. (Nanang)

06/12/2009

Berbahaya: Menelephon Sambil Berjalan

Bagi Anda yang suka menelepon dengan telepon genggam (Hp) sambil berjalan patut waspada, sebab baru-baru ini sebuah penelitian yang dilakukan psikolog University of Illinois, Amerika Serikat, Profesor Kramer dan Jason McCarley bersama peneliti postdoctoral Mark Neider, tentang keselamatan pejalan kaki, menemukan bahwa menggunakan telepon saat berjalan dapat membahayakan kesehatan. Apalagi ketika berjalan di persimpangan yang sibuk.

Dalam penelitian ini, subjek dibagi dua kelompok: pejalan kaki sambil menelepon, dan pejalan kaki sambil mendengarkan musik. Hasilnya, pejalan kaki sambil mendengarkan musik mampu menavigasi lalu lintas. Sedangkan mereka yang berjalan sambil menelepon butuh waktu lebih lama untuk menyeberang jalan yang sama dalam kondisi yang sama. Mereka juga lebih mungkin untuk tertabrak, terutama jika mereka yang sudah usia lanjut.

Studi yang dimuat dalam jurnal Accident Analysis and Prevention ini menemukan, mahasiswa yang berjalan sambil menelepon, butuh waktu 25% lebih lama daripada yang tidak menelepon. Yang berjalan sambil menelepon juga cenderung gagal menyeberangi jalan di 30 detik pertama. Dan orang usia lanjut yang menggunakan telepon sambil berjalan, menghadapi resiko tertabrak 15% lebih besar daripada orang muda. (Jalal/sciencedaily)

06/12/2009

Bangkit dari Kegagalan

Sesuatu yang kecil, dengan ketekunan, lama-lama akan menjadi besar juga. Demikian bunyi pepatah umum. Banyak pengusaha memulai bisnis dari hal kecil, namun kemudian bisa menjadi pengusaha besar. Yang dibutuhkan hanya kesabaran, keuletan (tahan uji) dan ketekunan untuk melampaui masa-masa sulit dan bangkit dari kegagalan.

Amir, seorang pengusaha di sebuah kota kecil Jawa Tengah. Dulu, saat lulus kuliah, layaknya pemuda desa pada umumnya, Amir ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan jalur profesi guru yang dipilihnya.

Dengan status guru tidak tetap di SMA dan merangkap sebagai tenaga pengajar di sekolah swasta, Amir mendapat honor yang sangat kecil. Orang tuanya bahkan masih membantu mencukupi kebutuhannya, dengan harapan suatu saat, secepat mungkin, Amir bisa diangkat menjadi PNS.

Di usia 30 tahun, Amir sudah mengabdi sebagai guru selama enam tahun, namun berbagai lowongan PNS tidak pernah berhasil ia dapatkan. Sebenarnya Amir masih bersabar, hingga suatu saat, ia bertemu Rahmat, seorang sahabat SMA yang kebetulan menggeluti bisnis rempah-rempah. Sekilas bisnisnya terdengar sepele dan kecil, namun ternyata omset bulanannya mencapai Rp 150 juta, dengan keuntungan bersih rata-rata Rp 7,5 juta/bulan.

Amir takjub dan terkesan, karena Rahmat tidak kuliah dan hanya lulus SMA. Sementara, pendapatan Amir—yang sarjana pendidikan jurusan matematika, dari mengajar di tiga sekolah hanya kurang lebih Rp 1 juta perbulan. Bila dikalkulasi, pendapatan Rahmat 7,5 kali lipat pendaptan Amir. Artinya, hasil usaha Rahmat 1 tahun sebanding dengan kerja Amir 7,5 tahun. Perbandingan yang cukup besar. Ia masih ingat Rahmat mulai berjualan rempah-rempah begitu lulus SMA, karena tidak ada biaya kuliah.

Setelah beberapa kali pertemuan, Amir termotivasi menjadi pengusaha. Ia tahu bahwa keterbatasan modal bukan hambatan tuk menjadi pengusaha, karena akan selalu ada jalan. Ia lalu memutuskan beternak ikan lele, yang dari analisanya tidak membutuhkan modal besar dan relatif mudah. Juga kebetulan orang tuanya memiliki sawah + 5000 m2. Ia memanfaatkan sedikitnya 100 m2 untuk beternak lele, sebagai uji coba. Beternak ikan lele relatif mudah karena 3 bulan sudah bisa panen, dan sudah banyak pedagang pengepul yang siap membeli.

Tahun Ke-1

Amir memulai usaha dengan modal Rp 8 juta, dengan memanfaatkan tabungan dan pinjaman dari orang tua. Kolam sementara dibuat dari terpal, bukan kolam permanen. Perencanaan kebutuhan modalnya:

Biaya pembuatan kolam : Rp 5.000.000,-

Biaya 15.000 bibit lele : Rp 975.000,-

Biaya pakan untuk 3 bulan : Rp 2.000.000,-

Amir tetap menjadi guru, karena beternak lele tidak memerlukan perawatan ketat. Tiga bulan kemudian Amir, sudah panen, dan menghasilkan 1 ton ikan lele. Hanya sedikit lele yang mati. Dengan harga jual untuk pembeli besar Rp 6000/kg, Amir mendapatkan uang + Rp 6 juta.

Amir mulai asyik berbisnis, sekalipun keuntungan kotornya hanya Rp 3 juta dalam tiga bulan. Kadang sebagian hasil panen ia bagikan ke beberapa tetangga agar orang lain bisa ikut menikmati.

Amir panen empat kali dalam setahun bisnis. Ia melunasi utang kepada orangtua. Keuntungan belum banyak, namun Amir cukup puas. Toh, ia masih bisa hidup dengan gaji mengajar.

Tahun Ke-2

Amir merasa yakin bisa mengembangkan bisnis dan mendapat keuntungan lebih besar. Ia merancang pembuatan kolam ikan permanen seluas 300 m2, agar perawatan lebih mudah dan ikan lebih aman, misalnya dari serangan ular.

Obsesi untuk sukses begitu menggebu dan menggelora. Amir meyakinkan keluarganya dan mendapatkan bantuan Rp 30 juta dari orang tua dan Rp 20 juta dari pamannya, dengan janji angsuran pelunasan kepada pamannya selama 1 tahun. Rencana pembiayaannya:

Kolam permanen 300 m2 : Rp 35.000.000,- (35 juta)

Bibit 45.000 ekor : Rp 3.150.000,- (3,6 juta)

Biaya pakan 3 bulan : Rp 7.000.000,- (7 juta)

Sisa modal digunakan untuk biaya operasional, termasuk Rp 400.000/bulan gaji satu orang tenaga kerja paruh waktu. Amir lalu memutuskan berhenti mengajar dan fokus pada bisnis, meski ditentang keluarga.

Tiga bulan kemudian, sesuai rencana, Amir panen. Ia melakukan pengembangan bertahap, diatur agar tiap bulannya bisa panen 15.000 ekor dan mendapatkan ikan lele sekitar satu ton senilai Rp 6 juta.

Rp 1,5 juta untuk mencicil utang pada paman, Rp 2 juta untuk putaran perbulan, dan Rp 400.000 untuk gaji pekerja. Sisanya (Rp 2,1 juta/bulan) digunakan untuk kebutuhan pribadi dirasa sudah cukup.

Bulan-bulan berikutnya, panen bertambah dan meningkat di atas satu ton, didukung naiknya harga ikan lele di pasar. Amir semakin menikmati bisnisnya.

Bulan ke delapan, tiba-tiba harga pakan naik dan harga ikan lele malah turun. Amir mencoba tetap tenang, dan berharap bulan berikutnya situasinya membaik. Namun tak seperti harapan, di bulan ke sepuluh, situasi tetap buruk, dan tiba-tiba hampir separuh lelenya mati. Akibatnya, pendapatan menurun drastis, untuk mencicil utang, menggaji pekerja serta memutar modal pun sudah sangat pas-pasan.

Keadaan ini berlanjut hingga akhir tahun kedua. Amir menjadi kacau dan tidak bisa tenang lagi. Bisnisnya semakin jelas akan bangkrut karena banyak merugi. Ia sangat malu karena cicilan kepada pamannya tidak lancar, dan ia terlanjur memberi harapan yang menggiurkan kepada keluarganya. Beberapa rekan guru, menyalahkan karena telah meninggalkan profesi guru.

Tahun Ke-3

Amir belum siap menghadapi kekacauan bisnis. Selama tiga bulan hidup Amir berantakan, tidak bisa tidur dan sering gelisah sendiri. Dari sisa uang yang ada, Amir hanya sanggup beternak bibit sebanyak 30.000 ekor, semakin lama jumlahnya semakin kecil. Meski dengan susah payah, Amir tetap mempertahankan bisnis ini, mengurangi gaji pegawai dengan kompenasasi pengurangan tugas.

Di saat gairah bisnis melemah, Amir mulai bimbang dan berpikir untuk berhenti. Tapi ia akan berhadapan dengan masalah besar, karena sawah yang terlanjur menjadi bangunan, sangat sulit mengembalikannya menjadi sawah lagi. Ia betul-betul tertekan.

Hingga akhirnya, Amir bertemu Rahmat lagi yang justru menyarankan agar tetap sabar, dan terus berusaha. Katanya, kegagalan seperti itu wajar dalam permulaan bisnis, pengusaha harus selalu berprasangka baik kepada Allah SWT. Berpikir positif, akan memudahkan mendekatkan diri kepada Allah, dan kalau sudah dekat, diri akan tenang. Tetap dalam ketenangan akan memudahkan mencari menyelesaikan masalah.

Amir melanjutkan usaha dan mencoba bangkit lagi. Dengan perasaan penuh malu, Amir menemui pamannya dan memohon kelonggaran waktu menunda cicilan hutang. Paman yang semula menolak, akhirnya menerima karena melihat kesungguhan Amir. Kepada orang tuanya, Amir meminta maaf dan memohon restu melanjutkan bisnis.

Amir meminjam uang dari sebuah BPR dengan jaminan sepeda motor miliknya dan milik bapaknya. Tidak perlu banyak, karena yang dibutuhkan hanya biaya produksi.

Lalu apa yang terjadi? Beberapa bulan, pendapatan masih belum bisa menutupi biaya pakan, karena harga jual ikan lele masih flukuatif cenderung turun. Mungkin karena pasokan yang terlalu tinggi di pasar. Selama ini, Amir masih memasarkan dengan cara pembeli yang datang ke rumah, Amir tidak pernah mencari pasar sendiri.

Usahanya bahkan bangkrut lagi karena lelenya tiba-tiba banyak yang mati di akhir tahun ketiga. Amir kembali menemui kekacauan baru. Kendati ia telah belajar menghadapi kegagalan, tapi situasi sekarang menjadi tambah berat, karena ia terjerat hutang BPR senilai Rp 10 juta, hasil penggadaian dua sepeda motor. Setidaknya ia harus mengangsur hampir Rp 500.000/bulan. Belum lagi hutang pada paman.

Tahun Ke-4

Kebangkrutan yang kedua berlanjut sampai tahun keempat. Modalnya habis lagi, karena sisa penjualan sudah digunakan untuk mengangsur hutang. Amir benar-benar hidup dalam tekanan dan keprihatinan, di tambah situasi di lingkungannya yang selalu menyudutkan. Hanya Rahmat satu-satunya orang yang mengerti dan selalu memotivasi untuk tidak putus asa.

Sampai suatu saat, sebuah instansi pemerintah mengadakan training kewirausahaan gratis. Kebetulan trainernya memiliki background bisnis yang sama seperti Amir, ia seorang pengusaha yang berjuang dari nol, dan telah mengalami beberapa masalah, namun mampu bangkit dari keterpurukan. Hasil training itu benar-benar mampu memotifasi, membangkitkan semangat dan memberikan keyakinan baru bahwa akan selalu ada jalan keluar bagi setiap masalah kalau mau berusaha.

Dengan semangat baru, Amir berpikir keras. Dari pada terus menerus memikirkan kegagalan dan beban hutang, lebih baik fokus pada usaha agar bisa menguntungkan.

Sekali lagi, ia menemui pihak-pihak pengutang meminta toleransi pembayaran. Kemudian menego penjual bibit lele agar pembayaran bisa dilakukan setelah panen. Amir melangkah lebih jauh lagi dengan mengembangkan pakan lele. Melihat harga pakan ikan lele yang tetap mahal, ia berinisiatif mencari alternatif pakan lain.

Amir memanfaatkan limbah makanan yang cukup banyak dari warung-warung makan. Di antara limbah itu ada nasi, tulang, duri ikan, kepala ikan dan lain-lain yang ternyata mengandung protein yang dibutuhkan ikan lele. Amir membeli limbah itu dengan harga sangat murah, beberapa warung bahkan memberikannya secara gratis. Jauh akan lebih menghemat pakan lele yang harganya sudah melambung sampai Rp 4.500/kg.

Hasilnya luar biasa, ia tidak membutuhkan banyak modal untuk bibit, pakan alternatifnya ternyata sangat cocok. Ikan lele tumbuh lebih besar dan menjadi lebih kebal terhadap serangan hama. Di bulan-bulan berikutnya, Amir telah mengurangi pembelian pakan lele dari toko hingga 75% dan menggantinya dengan pakan alternatif.

Akhir tahun keempat ini, bisnisnya sudah berjalan lagi dan menguntungkan. Secara bertahap Amir sudah bisa mulai mengangsur pembayaran hutang dan menambah investasi. Belajar dari pengalaman masa lalu, Amir tidak mudah lupa diri. Ia sadar, pentingnya mengembangkan usaha, tetap memilih hidup secukupnya tanpa berfoya-foya, dan menggunakan setiap sisa keuntungan untuk menambah investasi.

Tahun Ke-6

Kolamnya sudah berkembang menjadi 600 m2, memanfaatkan pinjaman lunak dari sebuah bank dengan bunga sangat ringan. Seluruh hutang sudah lunas. Dengan cara pembesaran ikan lele yang baru, kini Amir sudah bisa memanen + 2,5 ton/bulan dengan keuntungan bersih Rp 6 juta/bulan.

Amir merencanakan pembangunan kolam yang bisa disewakan kepada masyarakat sekitar yang mulai tertarik, dengan menggaunakan sistem bagi hasil. Terlebih setalah bertemu seorang pengusaha ekspor ikan yang ingin mencoba ekspor ikan lele.

Amir juga menjadi lebih taat beribadah dan lebih bijak menghadapi persoalan. Kalau bertemu orang yang mengalami kesulitan, ia segera menyarankan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT, dan mengingatkan firman-Nya, “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (Qs. al-Baqarah [2]: 45–46)

Boks

Inti Keberhasilan

Pelajaran berharga dari keberhasilan Amir:

1. Mengajar dengan cita-cita menjadi PNS tidak akan membawa berkah.

2. Selalu berpikir positif terhadap Allah SWT, sehingga bisa terus tekun dan ulet berusaha, dan tidak mudah berputus asa.

3. Tenang dalam menghadapi kesulitan akan memunculkan kreatifitas. Ketenangan menciptakan pikiran yang fokus dan terarah.

4. Keputusan untuk keluar dari pekerjaan, dan fokus ke bisnis memang beresiko besar. Namun resiko besar seringkali sepadan dengan hasilnya.

5. Keberhasilan selalu membutuhkan waktu dan proses, tidak ada yang tiba-tiba dan instan. Kalaupun ada, itu tidak untuk diikuti.

06/12/2009

Pengutil di Dunia Meningkat

Langkanya lapangan kerja dan terus meningkatnya pengeluaran, tak jarang mendorong orang melakukan kejahatan, termasuk mencuri. Menurut survei tahunan yang dirilis Center for Retail Research yang berbasis di Inggris (Selasa, 10/11), insiden pengutilan di toko-toko naik hampir enam persen selama tahun lalu, dengan kerugian bisnis senilai hampir 115 miliar dollar AS.

Dalam laporan tahunan berjudul Global Retail Theft Barometer, lembaga riset itu memaparkan, selain makin banyak orang menjadi pengutil, ada sebuah temuan yang juga mengejutkan. Para pengutil baru, ternyata berasal dari kalangan dengan reputasi kehidupan yang baik dan kelas ekonomi menengah. Biasanya, mereka suka menggondol keju Perancis, daging berkualitas terbaik, kosmetik, telepon seluler, busana, dan barang-barang lain yang diperlukan untuk menjaga kualitas hidup yang tidak lagi bisa mereka penuhi akibat krisis ekonomi global.

”Banyak pendatang baru yang mengutil, merasa tidak memiliki risiko besar untuk tertangkap, tidak akan membayar banyak jika tertangkap, dan bisa membenarkan tindakan mereka karena situasi berat yang menimpa kita semua,” ujar Joshua Bamfield, direktur lembaga riset itu seperti dikutip Time Online.

Peneliti menemukan, pengutil naik 5,6 persen sepanjang tahun lalu di lebih dari 1.000 jaringan ritel yang disurvei secara global. Tahun sebelumnya, jumlah pengutil hanya naik sekitar 1,5 persen.

Peningkatan pengutil paling banyak terjadi di Amerika Utara (8,1 persen), Timur Tengah (7,5 persen), dan Eropa (4,7 persen). Dalam hal kerugian total, peritel di Amerika Utara menderita kerugian terbanyak sebesar 46 miliar dollar AS, disusul Eropa (44 miliar dollar AS), dan Asia Pasifik (17,9 miliar dollar AS).

Di Amerika Utara dan Amerika Latin, pemilik toko dan pekerja toko adalah kalangan yang paling banyak menjadi pengutil. Di Eropa, Asia, dan Timur Tengah, pelanggan adalah pengutil terbanyak.

Kendati sebagian besar tujuan pengutil itu adalah untuk dijual lagi, ada peningkatan signifikan dalam jumlah kalangan kelas menengah yang menjadi pengutil. Lebih buruk lagi, banyak pengutil menganggap tindakan mereka bisa dibenarkan dalam kondisi perekonomian seperti saat ini. (oppie)

06/12/2009

Kebiasaan Mengumpat

Baru-baru ini, perusahaan survei Consulta Mitofsky melakukan sebuah riset tentang kebiasaan mengumpat. Hasilnya sungguh mengejutkan. Orang Meksiko dinobatkan sebagai yang paling sering mengumpat, hingga 20 kali dalam satu hari. Itu artinya, ada sekitar 1,3 juta umpatan setiap hari. Jumlah yang sangat fantastis tentunya.

Survei yang menanyai 1000 orang dewasa ini, melaporkan bahwa satu dari 10 orang Meksiko menyatakan tidak mengumpat sama sekali. Selain itu, warga dengan kategori ekonomi kelas atas, kebiasaan mengumpatnya jauh lebih banyak dibanding warga ekonomi kelas rendah atau miskin. Sedangkan penduduk yang berdomisil di daerah seperti India bagian selatan, lebih sedikit kebiasaan mengumpatnya dibanding mereka yang tinggal di utara.

Para responden menggunakan penilaian dan penafsiran mereka sendiri mengenai apa yang disebut dengan mengumpat. Tapi, hampir semuanya mengucapkan kata ”caramba” sebagai kata umpatannya, yang kira-kira sama dengan ”astaga” dalam bahasa Indonesia. Meksiko sendiri memiliki jumlah penduduk dewasa sebanyak 65 juta jiwa, berusia di atas 18 tahun dari 107 juta penduduk. Sungguh suatu kebiasaan yang tidak terpuji. (Jalal)

06/12/2009

Otak Anak Berbakat Beda Ukuran

Otak anak berbakat memiliki bentuk dan ukuran yang berbeda dari anak yang berkemampuan normal. Jumlah sel “glia” (yang banyak menentukan tingginya potensi memori dan kemampuan belajar) mereka lebih banyak. Demikian ungkap pakar pendidikan Prof. Dr. Conny Semiawan pengarang buku Kreativitas Keberbakatan.

Menurut Conny, di otak Albert Einstein, ada lebih banyak jumlah “glial” per neuronnya dari rata-rata orang biasa. Yakni 73 persen lebih banyak dari 11 orang lainnya yang diteliti. Neuron merupakan unsur dasar dari sistem susunan saraf, yang jumlahnya sekitar 10 triliun.

Dengan neuron yang istimewa inilah manusia berpikir, mengingat dan mengalami emosi. Namun neuron-neuron itu secara fisik dikelilingi oleh sel “glia” yang memperkaya neuron dan memperbarui fungsinya.

Selain secara morfologi, otak anak berbakat juga berbeda dari anak biasa dalam hal efisiensi neuron dan kecepatan keterhubungan internalnya dalam otak. Mereka lebih mudah memahami hubungan antarberbagai komponen.

Otak anak berbakat juga 10 persen lebih cepat berfungsi daripada orang normal, serta mampu menghasilkan sinyal-sinyal dalam jumlah besar dan lebih tinggi lalu lintas antara belahan otak kiri dan kanannya.

Tak hanya itu, otak anak berbakat juga lebih memiliki ketrampilan focus, sehingga mampu lebih terampil dalam berpikir dan efektif mengolah informasi. Otak mereka juga lebih memiliki aktivitas elektris dan aktivitas kimiawi.

Sayangnya, tandas Conny, hanya lima persen saja rata-rata otak manusia digunakan. Itu terjadi karena bagian otak lainnya tidak mendapat rangsangan untuk berkembang optimal, sehingga menjadi mati. (Ali)

06/12/2009

Menulis Ampuh Redakan Gangguan Emosi

Hasil penelitian yang dilakukan lembaga Masyarakat Ilmu Pengetahuan Amerika Serikat, AAAS baru-baru ini menyebutkan, menyenangi puisi dan suka menulis ternyata mempengaruhi perkembangan mental dan psikologi diri seseorang.

Menaruh pulpen di atas kertas, dapat membantu otak mengatur emosi dan mengurangi perasaan takut dan marah. Peneliti menyatakan, menulis pengalaman pribadi memiliki efek “pencuci perut”. Karena sebagian otak terhubung dengan pemicu emosi dan aktivitas di sekitar wilayah otak yang berhubungan dengan kontrol diri.

Ahli Saraf Universitas California, Dr. Matthew Lieberman menuturkan, mengekpresikan diri lewat tulisan merupakan “pengaturan emosi yang tak disengaja”. Ia membuktikan keampuhan terapi menulis dengan membaca sekilas 30 otak individu yang diujinya saat menguraikan gambar-gambar menyusahkan.

Lieberman menemukan, menulis akan mengurangi aktivitas amygdale, yaitu bagian otak yang terhubung dengan emosi dan ketakutan. Serta meningkatkan aktivitas bagian depan korteks, pengatur pikiran. Menurutnya, lebih banyak menulis mengenai emosi jiwa, akan menurunkan tekanan pada otak dan membangun keseimbangan mental.

Dalam percobaan lain ditemukan, menulis dapat digunakan untuk mengawali terapi bagi masyarakat yang takut terhadap laba-laba. Orang yang menulis ketakutan yang dirasakan, hasilnya akan berbeda dibanding yang tidak menulis.

Namun, menurut Lieberman, efek akan menjadi negatif jika menulis terlalu gamblang atau detail, karena akan mengingatkan kembali trauma yang dilalui. “Anda menulis untuk melupakan, bukan untuk mengingat,” katanya.